"Nanti segera dikirimkan dan disosialisasikan ke daerah," kata Menpera Djan Faridz di Pontianak, Senin.
Sebelumnya kalangan pengembang perumahan meminta kepastian dari pemerintah terkait harga rumah maksimal bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Ia pun mengingatkan karena harga tersebut angka maksimal maka pengembang jangan menjual lebih mahal dari harga tersebut.
Djan Faridz juga meminta pemerintah daerah agar tidak menerapkan pajak bumi dan bangunan terlalu tinggi.
Menurut dia, masyarakat sebenarnya sudah dikenakan pajak kekayaan atas rumah yang ditetapkan di pusat. "Namun mereka dikenakan pajak lagi di daerah melalui PBB," katanya.
Ia menilai hal itu tidak tepat karena masyarakat baru menikmati keuntungan dari nilai propertinya ketika menjual. "Bukan pada saat menempati. Kemudian, ada lagi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan," ujar Djan Faridz.
Sedangkan pajak bumi dan bangunan terus meningkat setiap tahun yang ujung-ujungnya akan memberatkan masyarakat.
Ia mencontohkan di kawasan Menteng dan Kebayoran Baru di DKI Jakarta, kini sangat minim warga asal yang menempati daerah elit tersebut.
"Karena mereka yang umumnya sudah pensiun atau sudah tidak ada lagi, keluarganya kesulitan untuk membayar pajak yang terus meningkat," katanya.
Selain harga dinaikkan, tenggat waktu pembayaran cicilan juga diperpanjang menjadi 15 tahun sampai 20 tahun.
Ia mengakui, sebelum menaikkan harga jual rumah masyarakat berpenghasilan rendah, sudah mengajukan pembebasan pajak pertambahan nilai ke Kementerian Keuangan sejak tujuh bulan silam.
"Tapi sampai sekarang belum ada keputusan. Jadinya pajak pertambahan nilai tersebut, tetap dibayar mencicil selama 15 tahun sampai 20 tahun," katanya.
(T011/E001)
Pewarta: Teguh I Wibowo
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014