Mataram (ANTARA News) - Koordintor Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP), Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) provinsi Nusa Tenggara Barat, Zaenal, menyatakan bahwa 50 persen tenaga kerja indonesia asal daerah ini lebih banyak melewati jalur tikus atau jalur tidak resmi.
"Banyak TKI tanpa dokumen asal NTB yang masuk ke Malaysia melalui jalur tikus," kata Zaenal di Mataram, Senin.
Menurut Zaenal, dibandingkan dengan TKI yang melalui jalur resmi, sebanyak 50 persen TKI asal NTB masih memilih berangkat melalui jalur tidak resmi (ilegal) dan 50 persen lainnya memilih menggunakan jalur resmi (legal).
Zaenal mengatakan, jika data dari LTSP ada sebanyak 45.629 TKI NTB yang berangkat melalui jalur resmi sepanjang tahun 2013. Jumlah TKI ilegal berkisar pada jumlah yang sama.
Para TKI ilegal kerap mengelabui petugas dengan menggunakan paspor umum, atau melalui jalur penerbangan ke Surabaya, dari Surabaya mereka bergerak ke Pontianak, dari wilayah ini mereka kerap menuju Malaysia secara ilegal.
Zaenal mengatakan, dari 147 Km panjang pantai di perbatasan Pontianak- Malaka, ada sebanyak ratusan pelabuhan yang melayani penyeberangan ke negara Malaysia. Dari jumlah ini hanya ada 10 pelabuhan resmi sementara sisanya merupakan pelabuhan rakyat yang sering dijadikan oleh TKI ilegal untuk menyeberang ke Malaysia.
"TKI ilegal banyak yang menyeberang melalui pelabuhan rakyat atau jalur tikus ini," kata Zaenal.
Namun, lanjut dia, trend jumlah TKI ilegal yang berangkat melalui jalur tidak resmi semakin menurun dari tahun ke tahun. Hal ini seiring dengan makin gencarnya pemerintah Malaysia melakukan pemulangan terhadap TKI tanpa dokumen.
Zainal mengaku khawatir akan nasib para TKI ilegal asal NTB, karena itu angka deportasi TKI NTB dari Malaysia cukup tinggi. Tahun 2013 silam sebanyak 2.447 TKI, untuk tahun 2014 ini saja dalam tiga bulan terakhir angka deportasi sudah mencapai 1.804 TKI.
Dia mengingatkan agar para TKI yang pulang ke kampung halaman jangan menjadi tekong tekong baru. Para TKi diharapkan mengurus sendiri dokumen mereka melalui Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP).
Sementara itu, anggota Kaukus NGO NTB untuk reformasi birokrasi yang saat itu meninjau LTSP Ahmad Junaidi mengatakan, dalam proses pelayanan terhadap pata CTKI maupun TKI yang akan memperpanjang kontrak kerja mereka, masih terkendala oleh gedung LTSP yang belum rampung, karena penurusan paspor masih di lakukan Kantor Imigrasi Mataram, termasuk pengurusan sertifikat kesehatan, masih dilakukan di Laboraturium yang terdaftar di Dinas tenaga Kerja NTB.
"Semestinya semua pelayanan ada di kantor ini untuk mempermudah para TKI kita. Kami berharap dalam waktu dekat bisa berjalan sesuai kebutuhan masyarakat, agar keberadaan LTSP yang telah 6 tahun berjalan bukan hanya sekedar slogan, tetapi benar-benar memberi pelayanan yang optimal bagi masyarakat terutama para TKI," kata Junaidi.
Pewarta: Siti Zulaeha
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014