Jakarta (ANTARA) - Ditengah kontroversi di mana mulai bermunculan usaha (ritel) baru yang menerima pembayaran non-tunai (cashless), tidak bisa dipungkiri bahwa popularitas pembayaran QRIS di Indonesia meningkat cukup signifikan.

Bank Indonesia mencatatkan pertumbuhan transaksi pembayaran menggunakan QRIS meningkat di Indonesia, di mana sampai bulan Juli 2024 kemarin melesat 226,54 persen (year on year) atau dalam kurun waktu setahun terakhir.


Hal itu dipicu oleh teknologi yang semakin canggih, kemudahan ponsel pintar yang baik, dan kebiasaan generasi milenial (gen Y), generasi Z (gen Z) dan generasi Alpha, terutama di kota besar yang lebih suka melakukan pembayaran dengan metode non-tunai dibandingkan membawa uang tunai kemana-mana.


Hal ini juga terkonfirmasi dengan menurunnya jumlah transaksi di ATM yang bisa diterjemahkan dengan menurunnya jumlah orang mengambil uang tunai di ATM. Berdasarkan data Bank Indonesia, transaksi menggunakan kartu debit di ATM turun 5,41 persen secara tahunan menjadi Rp615,18 triliun.


Meskipun angka penggunaan QRIS naik, namun masih banyak usaha, terutama usaha mikro dan ultra mikro seperti pedagang yang enggan menggunakan QRIS dikarenakan banyak hal. Salah satunya adalah faktor pemotongan biayanya. Padahal potongan biaya sebesar 0.4 persen untuk pengusaha mikro tersebut hanya dikenakan untuk transaksi yang besarannya diatas Rp.100.000 (seratus ribu Rupiah) saja. Sementara transaksi lain dengan nominal di bawah itu tidak dikenakan potongan biaya apapun.


Padahal, mulai banyak usaha mikro dan ultra mikro yang merasakan peningkatan omzet setelah menggunakan QRIS sebagai metode pembayaran. Salah satunya adalah pengalaman dari Aidil Akbar Madjid, seorang konsultan keuangan yang sekarang juga menjadi Chief Business Officer dari Zipay salah satu wallet di Indonesia.


Ia menceritakan bahwa salah satu merchant (penjual) ketoprak indomie yang berhasil dalam penggunaan QRIS (1 jalur dekat ICE BSD ada banyak mobil penjual yang jualan, seperti sate taichan), tapi mereka hanya menerima pembayaran tunai alias cash.


“Nah, salah satu pedagang yang akhirnya menerima pembayaran dengan menggunakan QRIS omzetnya justru malah meningkat. Hal ini terjadi dikarenakan pengunjung (gen Y, gen Z dan gen Alpha) yang lebih memilih datang ke penjual yang menerima pembayaran QRIS dibanding ke tempat lain yang hanya menerima pembayaran cash,” ujar Aidil.


Kesimpulannya, Indonesia sedang berlomba seperti negara maju di mana metode pembayaran secara elektronik semakin digemari. Oleh sebab itu kita harus siap dan melek teknologi, serta pedagang, pengusaha mikro, dan ultra mikro harus mulai berani mencoba menerima metode pembayaran QRIS jika mau untung dan omzetnya meningkat.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2024