Memiliki sumber daya mineral kritis yang melimpah adalah berkah bagi Indonesia, namun juga harus diiringi dengan pengelolaan yang benar
Jakarta (ANTARA) - Dalam gelaran Indonesia International Sustainibility Forum (ISF) 2024, titik balik paradigma dalam pengelolaan mineral kritis (critical minerals) menjadi salah satu topik yang didiskusikan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders).

Dulu, industri pertambangan identik dengan kerusakan lingkungan. Hutan-hutan yang terdeforestasi, air yang tercemar, hingga hilangnya keanekaragaman hayati.

Aktivitas ini memang kerap menuai protes dari masyarakat sekitar dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan. Banyak tambang menjadi sumber konflik sosial yang berkepanjangan, dengan masyarakat lokal yang kerap terpinggirkan oleh eksploitasi sumber daya alam di wilayah mereka.

Kendati memiliki risiko ekologi dan sosial, tak bisa dimungkiri bahwa sektor pertambangan memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Memberikan penerimaan negara yang signifikan hingga membuka ribuan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

Di tengah pembicaraan dampak positif dan negatif pertambangan, dunia kini memasuki era baru yang sangat bergantung pada mineral kritis sebagai komponen vital dalam transisi energi global menuju energi bersih.


Indonesia sebagai 'rumah' mineral kritis

Mengutip definisi dari Kementerian ESDM, mineral kritis diartikan sebagai kategori mineral yang mempunyai kegunaan penting untuk perekonomian nasional, namun mempunyai potensi gangguan pasokan dan tidak memiliki pengganti yang layak.

Jenis ini mencakup beberapa mineral seperti nikel, litium, dan kobalt yang tak hanya menjadi bahan utama dalam produksi baterai kendaraan listrik (EV), tetapi juga memainkan peran penting dalam teknologi terbarukan lainnya seperti panel surya dan turbin angin.

Dalam beberapa sesi diskusi ISF 2024, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sering menyampaikan bahwa saat ini kebutuhan global akan mineral kritis kian meningkat, seiring kampanye besar-besaran negara maju untuk meninggalkan bahan bakar fosil dan beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.

Indonesia, dengan kekayaan nikel yang melimpah, justru memiliki posisi strategis dalam rantai pasok global mineral ini. Negara ini punya potensi besar dalam pengembangan rare earth elements yang menjadi kunci bagi teknologi keberlanjutan masa depan.

Menurut Luhut, sudah saatnya Indonesia tidak hanya dikenal sebagai produsen nikel utama, namun juga sebagai pionir pengelolaan pertambangan keberlanjutan di antara negara berkembang.

Saat sesi plenari ISF 2024, Direktur sekaligus Chief Sustainability and Corporate Affairs Officer PT Vale Indonesia Tbk Bernardus Irmanto menyoroti pentingnya pengelolaan berkelanjutan terhadap potensi besar mineral kritis di Indonesia.

“Memiliki sumber daya mineral kritis yang melimpah adalah berkah bagi Indonesia, namun juga harus diiringi dengan pengelolaan yang benar,” ujar Bernardus.

Keberkahan ini harus diimbangi dengan pengelolaan yang bijak, agar mineral tersebut dapat memberikan dampak positif jangka panjang, baik bagi perekonomian, masyarakat, maupun lingkungan.

Pengelolaan mineral kritis yang berkelanjutan bisa dimulai dengan membangun kemitraan lintas sektor, terutama industri teknologi.

Harus diakui bahwa perusahaan pengelola tambang Indonesia saat ini belum mampu menyediakan teknologi yang efektif untuk mengelola mineral kritis. Untuk itu, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam mengelola mineral kritis secara berkelanjutan.

Dalam hal ini, contoh yang dilakukan Vale Indonesia dengan menggandeng Ford Motor Co. dan Zhejiang Huayou Cobalt Co. dalam pembangunan smelter nikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Kemitraan ini memungkinkan Indonesia tidak hanya menambang, tetapi juga mengolah mineral dengan teknologi canggih sehingga memberikan nilai tambah pada hasil tambang dan memperluas akses ke pasar internasional.


Reklamasi sebagai solusi jangka panjang

Tidak selesai sampai di situ, tantangan besar masih mengintai. Dampak sosial dan lingkungan dari pertambangan tidak bisa diabaikan begitu saja. Partisipasi aktif masyarakat lokal dan persetujuan dari pemerintah sangat penting untuk memastikan kelangsungan operasional tambang.

Masyarakat sekitar sering kali menjadi korban tidak langsung dari kegiatan tambang. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat menjadi elemen krusial dalam memastikan bahwa proyek tambang dapat beroperasi dengan adil dan bertanggung jawab.

Menjawab tantangan ini, Vale Indonesia berusaha menunjukkan bahwa pertambangan yang bertanggung jawab adalah mungkin. Hingga kini, perusahaan telah berhasil mereklamasi 67 persen dari lahan yang dibuka untuk tambang.

Langkah reklamasi dianggap sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan, dengan harapan bahwa lahan bekas tambang dapat kembali berfungsi secara ekologis.

Banyak perusahaan tambang saat ini yang mulai menyadari bahwa rehabilitasi lahan tidak hanya dilakukan di dalam area konsesi tambang, tetapi juga di luar area tersebut.

Pendekatan ini menjadi contoh bahwa sektor pertambangan dapat berjalan seiring dengan upaya menjaga kelestarian lingkungan, meskipun kegiatan tambang tidak dapat menghindari dampak negatif sepenuhnya.

Meskipun demikian, hal lain yang perlu menjadi catatan adalah bagaimana reklamasi dapat berjalan secara progresif dan terus berkelanjutan. Perusahaan tambang bisa menebang pohon dalam proses operasi mereka, yang terpenting adalah komitmen mereka untuk memulihkan kembali lingkungan yang telah dirusak. Upaya seperti ini menjadi contoh yang baik bagi perusahaan tambang lain di Indonesia.


Pengawasan pemerintah dan tantangan sosial

Dalam pengelolaan mineral kritis, peran pemerintah sangat penting.

Seperti yang diungkapkan oleh Co-Chief Operating Officer dan Direktur Social Performance di International Council on Mining and Metals (ICMM) Danielle Martin, Pemerintah harus tetap memastikan bahwa setiap aktivitas pertambangan mengikuti standar sosial dan lingkungan yang ketat.

"Kepercayaan masyarakat terhadap sektor pertambangan sangat penting," kata Danielle.

Tanpa keterlibatan aktif Pemerintah dan masyarakat lokal, menurut dia, sangat sulit memastikan bahwa proyek pertambangan berjalan konsisten dengan standar keberlanjutan.

Dalam sesi diskusi tematik ISF 2024, sudut pandang Pemerintah Indonesia yang diwakili Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menegaskan komitmennya terhadap pelestarian lingkungan.

Menjadi aspek hal yang krusial untuk selalu menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan pelestarian lingkungan.

"Sebenarnya jika benar-benar dipikirkan dengan pendekatan pragmatis, jika perusahaan pertambangan memiliki paradigma yang lebih luas, maka mereka dapat melihatnya biodiversitas sebagai manfaat ekonomi jangka panjang daripada akumulasi kekayaan ekonomi jangka pendek,” kata Kartika atau yang akrab disapa Tiko itu.

Ia bercerita saat ini sudah ada langkah-langkah inovatif perusahaan tambang di Indonesia yang mulai menjaga kelestarian keanekaragaman hayati.

Bentuk pengawasan yang dilakukan salah satunya melalui penerbitan lisensi pertambangan yang mencakup aspek sosial dan lingkungan secara menyeluruh. Apabila perusahaan ingin melakukan operasional pertambangan, maka harus tetap komit pada kontrak lisensi tersebut.

Dal hal ini, kolaborasi antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi ujung tombak dalam memastikan operasional tambang yang berkelanjutan.

Director of the Project on Critical Minerals Security di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Gracelin Baskaran setuju bahwa pendekatan yang tepat dapat memastikan bahwa Indonesia tetap kompetitif secara ekonomi sambil menjaga kelestarian lingkungan.

“Perusahaan tambang yang baik selalu memiliki rencana konservasi keanekaragaman hayati yang baik pula," katanya.

Bagaimanapun, mineral kritis bakal menjadi tulang punggung masa depan. Namun di satu sisi, Indonesia menyadari bahwa eksploitasi mineral harus dilakukan dengan bijak.

Keberlanjutan menjadi tujuan utama, di mana setiap langkah yang diambil oleh perusahaan tambang tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga harus pada pelestarian alam dan kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Titik balik ini menjadi cerminan harapan bahwa industri pertambangan, meskipun sarat dengan tantangan dapat berubah menjadi kekuatan yang mendukung masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Editor: Achmad Zaenal M
 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024