Medan, Sumatera Utara (ANTARA) - Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-XXI sudah berlangsung sepekan diawali dengan pertandingan di cabang olahraga senam artistik, meskipun acara pembukaan dijadwalkan pada Senin (9/9) sekira pukul 19.00 WIB.di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, Daerah Istimewa Aceh.
Ajang kompetisi olahraga terbesar di Indonesia itu bakal berlangsung hingga 20 September di dua provinsi di wilayah bagian utara Pulau Sumatera, yaitu Aceh dan Sumatera Utara.
PON kali ini cukup istimewa karena diwarnai dengan sejumlah hal baru. Baru pertama digelar di dua provinsi, baru pertama kali diikuti para atlet dari 39 provinsi termasuk perwakilan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai ibu kota baru Republik Indonesia, hingga baru pertama kali melibatkan hampir 13 ribu atlet dan 6 ribu lebih ofisial.
Para atlet dari berbagai penjuru tanah air saling mengadu kemampuan pada 65 cabang olahraga yang arenanya tersebar di Aceh dan Sumatera Utara, untuk menorehkan prestasi yang membanggakan provinsi asal mereka.
Setiap kontingen hadir membawa ambisi dan asa mencapai prestasi semaksimal mungkin dengan meraih medali dalam pesta olahraga nasional yang berlangsung setiap empat tahun itu.
Tentu saja, mencatatkan prestasi olahraga tak semudah menulis sebaris kalimat di atas kertas. Para atlet harus melalui proses panjang, mulai dari melatih fisik dan keterampilan, mengasah mental, hingga mengalahkan lawan di panggung sesungguhnya.
Semua proses itu pun masih belum cukup bagi seorang atlet dalam meraih prestasi. Setiap atlet dituntut untuk berkompetisi dengan tetap menjunjung tinggi nilai utama dalam olahraga yaitu sportivitas.
Nilai sportivitas menuntut sikap dan perilaku atlet yang menunjukkan penghormatan terhadap aturan penyelenggara dan hormat pada lawan.
Pada konteks ini, setiap atlet harus memastikan bahwa mereka tidak membekali diri dengan makanan dan minuman yang mengandung zat terlarang atau doping.
Doping merupakan aspek yang tidak bisa dipandang sebelah mata karena tidak terpisahkan dari legitimasi terhadap prestasi atlet. Bahkan gelar juara seseorang dapat dibatalkan jika diketahui menggunakan doping.
Laporan Indonesia Anti-Doping Organization (IADO) mengenai kasus doping yang menimpa atlet binaraga Indonesia Wili Ramadhita dapat menjadi pengingat bagi setiap insan olahraga di tanah air.
Willy Ramadhita merupakan salah satu atlet binaraga yang mengikuti Kejuaraan Nasional Binaraga dan Fitness pada 16-17 Desember 2022.
Willi dilarang ikut serta dalam kegiatan olahraga selama tiga tahun (19 Januari 2024-18 Januari 2027). Tak hanya itu, ia juga diwajibkan mengembalikan medali, poin, dan hadiah yang telah diambil sejak 19 Januari 2022 hingga dimulainya periode larangan tersebut selama tiga tahun berikutnya.
Setelah ajang PON Papua 2020, IADO pun kembali merilis kasus doping empat atlet binaraga Indonesia yakni Jodie Jaya Kusuma, Misnadi, Agung Budi Laksono dan Benny Michael Kaunang yang dinyatakan melanggar aturan anti-doping.
Kasus-kasus doping itu menjadi alarm bagi para atlet agar berjuang meraih prestasi secara murni pada ajang PON Aceh-Sumut 2024 sehingga semua kerja keras tak berakhir dengan sia-sia.
Baca juga: Atlet Willi Ramadhita dilarang ikut turnamen tiga tahun akibat doping
Baca juga: IADO latih seratusan petugas awasi doping pada PON Aceh-Sumut
Halaman berikut: Keseriusan dalam pengawasan anti-doping dalam PON XXI
Pencegahan
Sederet kasus doping masa lalu menuntut langkah pencegahan lebih masif dan serius dari IADO pada PON Aceh-Sumut 2024. Setidaknya, Ketua Umum IADO Gatot S Dewa Broto telah menegaskan bahwa pengawasan anti-doping PON kali ini jauh lebih lengkap dibandingkan dengan PON Papua.
Pengawasan anti-doping dengan hanya pengambilan sampel urine atlet seperti pada PON Papua, tidak lagi dilakukan pada PON Aceh-Sumut yang dilengkapi dengan aksi edukasi, investigasi, dan intelejensi.
Keseriusan dalam pengawasan anti-doping itu ditunjukkan IADO dengan mengirim 23 petugas yang disebar di Aceh dan Sumatera Utara untuk bertugas di lapangan, jauh-jauh hari sebelum PON dibuka secara resmi.
IADO memiliki target mengambil sebanyak 800 sampel urine atlet, masing-masing 400 sampel di Aceh dan 400 Sumatera Utara, yang selanjutnya dikirim ke laboratorium terverifikasi di Bangkok, Thailand untuk tes doping.
Hingga 5 September 2024, sudah 34 sampel dikirim karena beberapa cabang olahraga sudah mulai dipertandingkan sejak 28 Agustus, seperti Polo Air, Senam, Dayung, dan Angkat Besi.
Gatot pun menegaskan bahwa para atlet tidak bisa menolak memberikan sampel urine mereka karena akan dianggap doping meski belum terbukti mengkonsumsi zat terlarang.
Pelaksanaan tugas pengawasan anti-doping juga dilengkapi dengan tenaga Doping Control Officer (DCO) yang diberangkatkan dari Jakarta sebanyak 16 petugas yang terakreditasi dan memiliki reputasi internasional.
Jumlah tenaga DCO tersebut masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan, sehingga sebelumnya IADO berkoordinasi dengan dinas kesehatan di kedua provinsi dan masing-masing telah merekrut puluhan DCO lokal beserta tenaga pendukung.
Sementara itu, kerja edukasi juga berjalan melalui kampanye anti-doping yang dipusatkan di ibu kota kedua provinsi yaitu di Banda Aceh khususnya di arena pertandingan cabang angkat besi, basket 5×5, tenis lapangan, panjat tebing, dan dayung. Kemudian di arena cabang olahraga atletik, taekwondo, bulu tangkis, karate, dan ju-jitsu yang tersebar di Medan dan Deli Serdang.
Berbagai langkah itu merupakan hal urgen untuk dijalankan, tidak hanya untuk mencegah kasus doping atlet namun juga menunjukkan kepada pihak World Anti-Doping Agency (WADA) bahwa pengawasan anti-doping untuk ajang olahraga Indonesia benar-benar serius.
Baca juga: IADO telah kirim 34 sampel doping dari PON 2024 untuk diuji di Bangkok
Baca juga: IADO sebut pengawasan anti-doping PON Aceh-Sumut lebih lengkap
Halaman berikut: Dibutuhkan kesadaran total dari para atlet dan ofisial
Kesadaran total
Gatot menaruh harapan besar agar kasus doping pada ajang olahraga bergengsi PON Aceh-Sumut 2024 dapat ditekan seminimal mungkin, bahkan, jika bisa mencapai nol kasus.
Mewujudkan asa itu tentu tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Kesadaran secara total dari dalam diri para atlet maupun ofisial untuk menghindari penggunaan zat terlarang menjadi kunci utama.
Siapa pun atlet tentu tak ingin perjuangannya yang keras bahkan hingga berdarah-darah untuk mencapai prestasi di PON sirna seketika karena perkara doping.
Menghindari doping bukan sekadar untuk memastikan setiap atlet bisa meraih prestasi tanpa cacat namun juga untuk menjaga marwah olahraga Indonesia di mata dunia.
PON adalah pesta olahraga yang super meriah bagi Indonesia. Sebagaimana layaknya sebuah pesta, tuan pesta maupun tamu (kontingen) bertanggung jawab menjaga kemeriahan hingga berakhir dengan suka cita tanpa dicemari masalah konsumsi zat terlarang.
Jadi, hindari pakai doping, Jangan cemari pesta olahraga nasional dengan zat terlarang!!
Baca juga: Semua atlet binaraga PON Aceh-Sumut diwajibkan miliki sertifikat ADEL
Baca juga: IADO miliki 12 petugas baru untuk edukasi anti-doping nasional
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2024