perubahan iklim telah mencapai titik kritis yang mengancam stabilitas ekonomi dan kehidupan masyarakat global, terutama di Asia
Jakarta (ANTARA) - Deputy CEO & Group Head of Institutional Banking DBS Bank Ltd. (Bank DBS) Tan Su Shan menyampaikan saat ini krisis iklim menjadi tantangan yang mendesak hingga perlu adanya solusi inovatif guna mengatasinya.

Dalam pidatonya di Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024, ia menilai perubahan iklim telah mencapai titik kritis yang mengancam stabilitas ekonomi dan kehidupan masyarakat global, terutama di Asia.

“Para ilmuwan mengatakan bahwa kita memiliki 'anggaran karbon' total (jumlah emisi yang dapat kita masukkan ke atmosfer) sekitar 2.900 giga ton, untuk memiliki kesempatan membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5°C dibandingkan dengan tingkat sebelum industri,” kata Tan Su Shan saat sesi tematik Indonesia International Sustainibility Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Jumat.

Dari pihak Bank DBS sendiri, Tan mengungkapkan bahwa saat ini perusahaan telah melepaskan lebih dari 2.600 giga ton ke atmosfer. Jika tidak ada tindakan signifikan, dunia berisiko menghadapi suhu yang meningkat lebih dari 2°C, yang akan menimbulkan dampak buruk secara ekonomi dan sosial.

Ia menyampaikan kerugian ekonomi akibat bencana cuaca ekstrem akan semakin meningkat, dan masyarakat yang paling rentan khususnya yang miskin, terkena dampak paling besar. Hal ini akan memperburuk kesenjangan sosial.

Baca juga: Bank DBS Indonesia gabung Asosiasi Ekosistem Mobilitas Listrik

Baca juga: DBS tegaskan komitmen keberlanjutan lewat pemasangan 50 sensor udara


“Jumlah orang yang terkena dampak langsung dari bencana ini mencapai titik tertinggi baru, dengan masyarakat miskin terkena dampak yang tidak proporsional, yang memperburuk kesenjangan sosial,” ujarnya.

Oleh karena itu, Bank DBS berkomitmen untuk mendukung transisi ke ekonomi rendah karbon, dengan menekankan pentingnya energi terbarukan dan efisiensi energi.

Pangsa energi terbarukan dalam pembangkit listrik global tercatat telah mencapai 33 persen, meningkat secara signifikan dari beberapa tahun yang lalu.

Dalam paparannya, Tan mengatakan selain meningkatkan lebih lanjut pangsa pembangkit listrik bersih, para pemangku kepentingan (stakeholders) juga perlu memastikan lebih banyak bagian dari ekonomi global yang mendapatkan aliran listrik, seperti sektor mobilitas, pemanas, dan pendingin bangunan.

Kemudian efisiensi energi ditingkatkan serta sistem pangan global harus ditangani dengan baik.

Kendati demikian, Tan mengakui bahwa transisi ini tidak mudah, terutama di Asia yang masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil.

“Meskipun kontribusi historis dan emisi per kapita saat ini masih tergolong moderat di Asia, jumlah penduduk dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang sangat besar dalam beberapa tahun terakhir mencatatkan bahwa Asia kini menghasilkan 50 persen emisi dunia,” ucap Tan.

Namun, ia optimis bahwa langkah dekarbonisasi global yang sedang berlangsung dapat memberikan dampak positif yang signifikan.

“Kita perlu mengkaji tantangan yang secara spesifik dialami oleh negara-negara di Asia, dan mengembangkan jalur dekarbonisasi yang relevan dengan masyarakat dan ekonomi di wilayah ini,” imbuhnya.

Adapun di acara yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengungkapkan perubahan iklim dapat menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 10 persen pada 2025.

Ia menilai risiko tersebut menjadi konsekuensi pahit apabila perubahan iklim tidak segera ditangani.

“Ini (penurunan) cukup besar, 10 persen dari PDB. Setiap kali kita berusaha meningkatkan PDB sebesar 3 persen, seperti tahun 2024 dan 2025 ini, dibutuhkan usaha yang sangat besar, terutama dengan banyaknya risiko negatif seperti ini (perubahan iklim),” kata Sri Mulyani.

Bendahara Negara itu menekankan bahwa kehilangan 10 persen PDB akan memberikan konsekuensi yang tidak hanya mempengaruhi ekonomi, tetapi juga dalam upaya mengatasi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, khususnya bagi generasi muda.

Baca juga: Bank DBS Indonesia perhatikan aspek ESG untuk kucurkan pendanaan

Baca juga: Ekonom proyeksikan ekonomi RI tumbuh 4,9 persen pada semester II 2024

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024