Jakarta (ANTARA) - Mahatma Gandhi, politikus India yang berperan penting dalam gerakan kemerdekaan negaranya  pernah berkata bahwa kesehatan merupakan kekayaan yang sejati dan bukan kepingan emas dan perak.

Kesehatan tubuh sangat berpengaruh pada kehidupan sehari-hari. Jika suatu fungsi atau sistem organ pada tubuh seseorang mengalami kondisi abnormal, maka akan berdampak negatif pada fungsi atau sistem organ yang lain.

Misalnya. ketika seseorang terserang demam, biasanya akan diiringi dengan sakit kepala, hilangnya nafsu makan hingga meriang dan menggigil. Demam pada umumnya dapat disembuhkan dengan cepat dan tidak dianggap bahaya jika suhu pasien masih di bawah 39 celcius dan tidak berlangsung lama.

Namun, untuk sejumlah penyakit, terutama yang memiliki risiko kematian tinggi, diperlukan investasi, di antaranya melalui vaksinasi. Pemberian vaksin berupa zat atau senyawa yang mengandung virus atau bakteri yang sudah mati maupun sudah dilemahkan.

Vaksinasi berfungsi untuk membentuk pertahanan atau sistem kekebalan tubuh. Pemberian vaksin atau imunisasi menjadi salah satu investasi kesehatan yang paling murah karena terbukti dapat mencegah dan mengurangi angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat suatu penyakit.

Di Indonesia dikenal imunisasi wajib yang merujuk pada program pemerintah yang memberikan beberapa jenis vaksin untuk anak-anak secara gratis hingga dosis lengkap mulai dari bayi berusia 0 bulan.

Terdapat 11 jenis vaksin wajib yang harus diberikan sesuai dengan usia anak beserta jadwal yang telah ditentukan oleh pemerintah. Imunisasi wajib tersebut di antaranya adalah Hepatitis B, Polio, BCG, Campak Rubella, dan DPT-HB-HiB.

Menekankan pentingnya pemberian imunisasi sebagai investasi untuk menciptakan masyarakat Indonesia sehat sekaligus bekal menuju Indonesia Maju 2045, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin pada 2022 menambah tiga imunisasi yakni vaksin Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV), vaksin Rotavirus, dan vaksin Human Papilloma Virus (HPV).


Berkaca dari pandemi COVID-19

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan kematian akibat pandemi COVID-19 di seluruh dunia mencapai 7.059.612 orang.  Virus yang umumnya menyebar melalui droplet atau tetesan kecil dari hidung atau mulut ketika seseorang yang terinfeksi berbicara, batuk, atau bersin tersebut membuat dunia mengambil kebijakan agar masyarakat menjaga jarak dengan membatasi pergerakan.

Penyebaran berupaya ditekan dengan mewajibkan masyarakat menerapkan protokol kesehatan, mulai dari menggunakan masker hingga membersihkan tangan secara rutin menggunakan desinfektan dan mencuci tangan dengan sabun dan dibilas dengan air mengalir.

Uji dan pelacakan kontak juga dilakukan untuk mendeteksi penyebaran virus, termasuk peningkatan kapasitas perawatan intensif di rumah sakit dan berbagai fasilitas media. Namun, karena penyebaran COVID-19 yang mulai terdeteksi di Wuhan, China pada Desember 2019 itu sangat cepat dan masif, dunia pun berlomba membuat vaksin COVID-19.

Berkaca dari upaya mengatasi COVID-19 yang menggegerkan seluruh dunia, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin saat menjadi pembicara pada Diskusi Panel Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 yang berlangsung di Badung, Bali, pada 3 September, menggarisbawahi pentingnya kapasitas untuk mengatasi potensi perang melawan patogen.

Menkes mengemukakan bahwa patogen atau agen biologis yang menyebabkan penyakit pada inangnya tidak mengenal tempat, wilayah, maupun kota dan bisa berpindah ke mana pun yang mereka mau, layaknya yang terjadi pada pandemi COVID-19.

Pandemi merupakan masalah global. Salah jika ada yang percaya bahwa dirinya dapat melindungi negaranya sendiri dari ancaman pandemi, salah secara ilmiah dan secara etika.

“Ketika pandemi terjadi, semua orang di dunia akan terkena dampaknya secara merata, apa pun rasnya, apa pun negaranya, baik negara berkembang maupun negara maju. Jadi, kita harus membangun satu dunia dan satu kemanusiaan untuk melawan semuanya. Dan sangat penting bahwa semua negara memiliki tingkat perlindungan yang sama,” kata Budi.

Belajar dari pandemi COVID-19, Indonesia kini memiliki aplikasi SATUSEHAT yang menghubungkan sistem informasi dari seluruh ekosistem digital kesehatan Indonesia, sehingga pasien tidak perlu membawa rekam medis saat berpindah fasilitas layanan kesehatan.

Aplikasi yang sudah diunduh oleh 130 juta masyarakat Indonesia tersebut juga menjadi salah investasi kesehatan yang disiapkan Pemerintah Republik Indonesia. Melalui data pemeriksaan kesehatan yang ada di aplikasi tersebut para petugas medis dapat menentukan langkah intervensi yang dibutuhkan seorang pasien.

Sebanyak 10.000 puskesmas juga diperkuat agar mampu mendiagnosa penyakit termasuk melalui penyediaan mesin PCR. Indonesia juga mengembangkan 514 laboratorium kesehatan masyarakat yang memiliki kemampuan genome sequncing dan pengujian PCR.

Senada dengan hal itu, Menteri Kesehatan Sudan, Haitham Mohamed Ibrahim menegaskan bahwa ketika pandemi datang, semua orang setara. Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya akses terhadap imunisasi, vaksinasi, dan akses terhadap perlindungan bagi kesehatan masyarakat di belahan dunia mana pun. Melindungi satu negara berarti melindungi seluruh duna.

“Kita semua menyerukan hal itu. Terlepas dari kapasitas negara, kapasitas ekonomi untuk membeli vaksin atau tidak, merupakan tanggung jawab seluruh dunia untuk memastikan bahwa semua populasi di dunia terlindungi dari epidemi dan wabah,” tegas dia saat berbicara di IAF.


Vaksinasi dan Mpox

Selain skrining dengan cara memeriksa kesehatan yang mencakup pengecekan berat badan, tinggi badan, hingga tensi darah dan gula darah, investasi kesehatan melalui vaksinasi juga tidak boleh dilupakan.

Meskipun pada keadaan tertentu dan penyakit tertentu, vaksinasi diprioritaskan kepada kelompok rentan, vaksinasi sejatinya berhak didapatkan oleh setiap manusia. Kendalanya terletak pada akses untuk mendapatkan vaksin. Bukan hanya menyangkut kemampuan finansial untuk membeli vaksin, stok vaksinasi juga menjadi hambatan.

Pada pertengahan Agustus, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa Mpox atau cacar monyet sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Kepedulian Internasional. Sejumlah negara di Afrika, terutama Republik Demokratik Kongo (DRC).

Direktur Jenderal Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (Africa-CDC), Jean Kaseya pada IAF mengatakan bahwa pihaknya memimpin agenda kesehatan untuk 1,4 miliar orang di Afrika melalui berbagai penelitian dan hal yang bisa menghentikan wabah serta membantu menyelamatkan nyawa manusia.

Akhir-akhir ini dirinya menghabiskan 80 persen waktunya untuk memerangi Mpox yang merebak di Afrika. Ia mengemukakan bahwa Africa-CDC telah lebih dahulu mengambil inisiatif menyatakan Mpox sebagai keadaan darurat kesehatan sebelum WHO.

Afrika, kata dia, menilai bahwa uji klinis serta penelitian dan pengembangan sangat penting. Africa CDC sendiri tengah menyiapkan platform repository kontinental yang akan menjadi pusat layanan terpadu bagi semua orang.

Selain itu, memperluas kerja sama dengan Indonesia baik melalui bantuan alat seperti 30 mesin Tes Cepat Molekuler (TCM) beserta 12.000 reagennya, maupun melalui transfer ilmu pengetahuan.

Indonesia dan Afrika telah bermufakat untuk investasi kesehatan melalui vaksinasi.  Menkes Budi Dunadi Sadikin berjanji kepada Africa CDC untuk memberikan 5.000 dosis vaksin Mpox yang rencananya akan dibeli dari produsen vaksin tersebut karena Indonesia belum mampu memproduksinya sendiri.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024