Bagi Giggs, dan juga anggota lain dari generasinya --Nicky Butt, David Beckham, Neville bersaudara, dan Paul Scholes-- kalah bukanlah opsi"
Jakarta (ANTARA News) - Adalah Ben Turner, salah seorang sutradara film dokumenter "The Class of '92" yang mengaku kepada Ryan Giggs bahwa dia adalah penggemar Sunderland yang menilai apa yang dicapai Manchester United adalah hebat.
"Kebanyakan orang menertawakan saya," kata Turner. Tetapi tidak Giggs. Manajer sementara United ini lalu menoleh ke masa lalu kepada satu pengalaman buruk.
"Dia menatap kami, tak bercanda, lalu berkata 'Saya masih mengingat kalian mengalahkan kami pada 1997," kata Turner yang menyutradarai film itu bersama saudaranya, Gabe.
"Dia mengingat satu waktu kami pernah mengalahkan mereka. Itu mengejutkan saya. Itu mirip dengan perasaan saat kita di pantai, kita memikirkan trofi yang tidak kita menangkan, dan begitu kita memenangkannya kita merayakannya dan maju terus.
"Kami berdua membicarakan pertandingan itu. John Mullin mencetak gol penentu kemenangan. Giggs mengingat masa ketika kami mengalahkan mereka."
Bagi Giggs, dan juga anggota lain dari generasinya --Nicky Butt, David Beckham, Neville bersaudara, dan Paul Scholes-- kalah bukanlah opsi.
Film itu mengeksplorasi bagaimana keenam bocah ini mendominasi sepakbola Inggris dan perbincangan mengenai kekalahan pada 1997 itu membekas pada diri Turner bahwa hasrat tinggi untuk menanglah yang membesarkan mereka.
Itulah mengapa United menoleh "Angkatan 92" sampai musim ini berakhir setelah David Moyes dipecat. Pada Giggs dan para asistennya, Butt, Phil Neville dan Scholes, mengalir darah klubnya.
"Kami berbicara dengan Giggs, menyelamati dia, dan dia berkata dia tidak terkejut ketika dia ditanyai apakah dia menginginkan posisi itu," kata Turner. "Dia telah menerimanya sebelum mereka menyelesaikan pertanyaan mereka kepada dia. Mereka membeli sejarah Manchester United."
Turner tidak terkejut jika Giggs si ketua kelas kini menjadi manajer.
"Andai pun mereka pernah akan melakukannya maka itu adalah hal tak terungkapkan dia ketua kelompok itu, namun mereka ingin semua (anggota Angkatan 92) terlibat di United," kata dia. "Maksud saya, mereka juga pernah berbicara dengan Scholes setelah kepensiunannya dan dia kini kembali. Dia (Scholes)menjawab permintaan itu amat cepat. Tak mengejutkan jika Giggslah yang menjadi manajer."
"Mereka semua sangat menghormati dia karena dialah yang pertama menerobos dan dia adalah standard emas mereka. Saya kira mereka semua mengandalkan dia."
Turner yakin kesuksesan tidak mengubah mereka sebagai manusia. "Mereka sangat rendah hati," kata dia.
Itu adalah aura mereka, tapi juga rasa seperti orang biasa yang mimpin-mimpinya terwujud.
"Mereka seperti kelompok sahabat lainnya yang memiliki petualangan bersama nan luar biasa. Namun mereka sangat terhubung satu sama lain. Mereka sangat melindungi satu sama lain dan amat saling menghormati. Mereka seperti kelompok orang-orang yang sunggguh matang."
Turner mengakui mengkhawatirkan Scholes yang pemalu di depan kamera, sebaliknya sangat terkesan kepda Butt. "Dia hebat," kata dia. "Orang tak banyak mengetahui dia, dia adalah salah seorang pemimpin. Kualitas kepemimpinan dan status dia adalah kejutan yang manis."
Menyusuri Old Trafford membuat Turner sadar dia tengah berada di tempat para legenda hidup.
"Ada bagian dari museum di ruang bawah mengenai Angkatan 92 dan saya merasa seperti menyaksikan mereka melewati mitos."
"Saya menatap patung (George) Best, (Denis) Law dan (Bobby) Charlton seolah mereka berjalan melewati mitos, dan pencapaian-pencapaian mereka melampaui apa yang telah dilakukan orang-orang itu. Seiring dengan berjalannya waktu, mitos mereka akan berkembang karena kita tak bisa menyaksikan mereka bermain setiap pekan, kisah pun berlanjut."
Sumber: The Guardian dan The Observer, Inggris
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014