Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan bahwa pengetahuan siswa didik terhadap sejarah bangsa menjadi salah satu target pekerjaan rumah dari dunia pendidikan di tanah air.

"Itu bagian dari ekses, dari upaya kita yang belum memenuhi target dari peningkatan mutu dan kualitas pendidikan kita," kata Huda di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat.

Selain mutu dan kualitas, dia membeberkan sejumlah pekerjaan rumah (PR) dunia pendidikan tanah air yang masih harus terus diperbaiki, yaitu relevansi, kurikulum, manajemen pendidikan, dan infrastruktur pendidikan.

Untuk itu, Huda mengatakan pihaknya mendorong agar dana wajib atau anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak dikaji ulang.

"Kami menolak ide itu, otak atik anggaran 20 persen mandatory pendidikan diambil dari pendapatan APBN, bukan dari belanja," ucapnya.

Baca juga: Komisi X tolak usulan kaji ulang dana pendidikan 20 persen dari APBN

Sebelumnya, pada Rabu (4/9), Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI mengusulkan agar anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20 persen dari belanja negara dikaji ulang.

Menurut ia, belanja wajib 20 persen seharusnya dialokasikan dari pendapatan negara, bukan belanja negara, mengingat belanja negara cenderung tidak pasti.

"Kami sudah membahasnya di Kementerian Keuangan, ini caranya mengelola APBN tetap comply atau patuh dengan konstitusi, di mana 20 persen setiap pendapatan kita harusnya untuk pendidikan. Kalau 20 persen dari belanja, dalam belanja itu banyak ketidakpastian, itu anggaran pendidikan jadi kocak, naik turun gitu," kata Sri Mulyani.

Baca juga: Komisi X minta pemerintah pastikan akses situs pornografi dibatasi
Baca juga: DPR: Atasi masalah pendidikan dokter lewat aturan turunan UU Kesehatan

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024