Jakarta (ANTARA) - Pebisnis dan Co-author Net Positive Paul Polman mengatakan, terdapat tiga hal yang dibutuhkan guna membangun bisnis yang berkelanjutan di RI, yakni pengendalian emisi dan menjaga biodiversitas, kemitraan yang transformatif, dan pembiayaan.

Dalam Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Jumat, Paul mengatakan bahwa sebagian besar emisi yang dihasilkan oleh bisnis masuk dalam kategori scope 3 adalah hasil aktivitas dari aset yang tidak dimiliki atau dikendalikan oleh bisnis itu, namun secara tidak langsung bisnis tersebut terkena dampaknya. Menurutnya, hal itu masih merupakan tanggung jawab bisnis, meski emisi dihasilkan oleh entitas lain.

"Begitu pun kita tidak bisa mengatasi perubahan iklim tanpa memperbaiki alam dan menarik kembali, secara khusus, dampak-dampak yang merusak yang disebabkan oleh sistem makanan dan penggunaan lahan kita yang bobrok," katanya.

Dia menyebut bahwa banyak sekali peluang bagi bisnis untuk mengadopsi praktik bisnis yang ramah lingkungan. Dia menambahkan, harga ekonomis dari alam dapat mencapai 44 triliun dolar AS.

"Menurut saya, semua ekonomi kita tergantung alam. 1.2 miliar pekerjaan yang ada sekarang tersedia karena alam. Di Indonesia, dengan lebih dari 70 juta hektar hutan, jika kita mengelolanya secara baik, (Indonesia) dapat menjadi pemimpin dunia dalam agrikultur berkelanjutan, agroforestry, mineral transisi yang sering (ditemukan) di area-area ini," katanya.

Dia mengatakan, lebih dari seribu perusahaan di seluruh dunia, yakni sepertiga ekonomi global, berkomitmen melakukan dekarbonisasi dalam usahanya.

Dia menyebutkan bahwa pesan kedua adalah kemitraan itu penting. Kemitraan yang dalam dan transformatif, penting dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

"Sektor swasta, pemerintah, dan sipil, semuanya perlu berkolaborasi untuk sukses. Di dekade ini, ini tentang kepemimpinan yang kolaboratif, bukan kepemimpinan yang kompetitif. Apalagi kalau sudah soal kemanusiaan," dia menuturkan.

Yang ketiga yakni pembiayaan. Menurutnya, perlu investasi asing guna mencapai bisnis yang berkelanjutan. Transisi tersebut membutuhkan investasi yang signifikan.

"Untuk mengembangkan pasarnya saja, sekarang diperkirakan butuh sekitar 2,3 triliun dolar AS. Sebagian karena kita menunggu terlalu lama. Sekarang, sayangnya 2,3-2,4 triliun dolar itu lima kalinya jumlah yang kita keluarkan," dia menjelaskan.

Syukurnya, kata dia, di bawah kepemimpinan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, ada skema blended finance yang disambut baik saat G20 di Bali.

Menurutnya, blended finance, yang berfokus pada laut, hutan, transisi energi, dan infrastruktur, adalah salah satu contoh model pembiayaan terbaik dan paling penting dalam memastikan pengembangan yang berkelanjutan.

"Kesimpulannya, langkah Indonesia menuju perkembangan berkelanjutan pada 2045 menunjukkan sebuah peluang yang tiada duanya bagi pebisnis dan juga investor. Arahnya sudah jelas, tapi kita masih perlu menghadapi tantangan-tantangannya," katanya.

Baca juga: Indonesia berpeluang jadi pemasok panel surya global
Baca juga: Menhan Singapura: Memerangi perubahan iklim perlu tindakan kolektif
Baca juga: PLN terus kembangkan potensi hidrogen sebagai energi bersih

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024