Jakarta (ANTARA News) - Penolakan atau resistensi sejumlah pihak terhadap rencana akuisisi Bank Tabungan Negara (BTN) oleh Bank Mandiri dinilai tidak masuk akal.
"Sebab seperti yang telah ditegaskan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan, akuisisi BTN oleh Bank Mandiri tidak akan mengubah struktur serta fungsi dan peran strategis BTN sebagai bank yang fokus di perumahan," kata mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Penegasan tersebut disampaikannya terkait dengan keputusan penundaan rencana akuisisi itu oleh pemerintah karena adanya penolakan oleh sejumlah pihak.
Menurut Said, penolakan terhadap rencana akuisisi itu hampir dalam satu dekade, isunya selalu sama.
Padahal, katanya, melalui akuisisi ini diharapkan BTN akan memiliki kapasitas modal dan pendanaan yang semakin besar untuk mengatasi kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan (backlog) perumahan yang terus meningkat setiap tahun.
Saat ini, katanya, backlog perumahan sudah mencapai sekitar 15 juta rumah dan akan terus membengkak hingga diperkirakan mencapai 21,9 juta unit pada 20 tahun ke depan.
Untuk mengatasi problem perumahan itulah, katanya, BTN perlu diperkuat dan dibesarkan.
Selain itu, sistem dan kinerja BTN akan semakin baik, khususnya terkait penguatan sumber daya manusia (SDM) dan transparansi atau good corporate governance (GCG), ujarnya.
"Akuisisi BTN oleh Bank Mandiri akan membuat bank ini makin sehat. Dan yang lebih penting, BTN dapat melepaskan diri dari debitur-debitur nakal yang selama ini menjadi beban dan menggerogoti bisnis perusahaan. Tanpa ada perubahan fundamental sulit bagi BTN menjadi bank perumahan yang kuat," katanya.
Manajemen operasional
Sementara itu, Head of Research Jones Lang LaSalle, Anton Sitorus mengungkapkan jika terjadi peningkatan kredit bermasalah di Bank BTN sebenarnya yang perlu dibenahi adalah manajemen operasional di bank tersebut.
"Memburuknya kredit macet di BTN menjadi bukti bahwa bank ini sangat berisiko dan dikelola dengan tidak sehat," kata Anton.
Data menyebutkan, nilai kredit macet di BTN sejak 2009 - 2013, berkategori kolektibilitas lima naik dari hanya Rp1,06 triliun (2009) menjadi Rp3,15 triliun di 2013.
Ratio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) BTN juga terus meninggi. NPL Net BTN di 2009 sebesar 2,75 persen naik menjadi 3,15 persen tahun lalu.
NPL BTN ini jauh di atas rata-rata bank BUMN yang berada di bawah satu persen, seperti di Bank Mandiri dengan NPL net hanya 0,37 persen.
(E008/H-KWR)
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014