Jakarta (ANTARA News) - Seorang pengamat politik menegaskan, keberadaan koalisi dalam sistem presidensial multipartai adalah salah satu solusi untuk mengatasi kemungkinan terjadinya kebuntuan dalam hubungan Presiden dan DPR dalam menjalankan pemerintahan.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi dan peluncuran buku "Menakar Presidensialisme Multipartai di Indonesia: Upaya Mencari Format Demokrasi yang Stabil dan Dinamis dalam Konteks Indonesia" karya Djayadi Hanan, PhD, di Universitas Paramadina, Jakarta, Jumat.
Djayadi mengatakan, selama ini ada anggapan bahwa koalisi dalam sistem presidensial sebagai masalah karena dianggap sebagai bagian dari sistem parlementer.
"Akan tetapi, penelitian-penelitian mutakhir, terutama sejak era 1990-an mengenai sistem presidensial multipartai, terutama di Amerika Latin, menunjukkan bahwa koalisi adalah salah satu jalan untuk mengatasi kebuntuan (deadlock) yang rawan terjadi dalam sistem presidensial akibat kekuasaan eksekutif dan legislatif yang seimbang dan tidak dapat saling menjatuhkan," katanya.
Kendati demikian, kata Djayadi, efektif tidaknya koalisi dalam sistem presidensial multipartai dapat berfungsi, akan tergantung kepada leadership dari lembaga kepresidenan, serta besar kecilnya koalisi akan memengaruhi sejauh mana dapat bertahan.
Dalam sistem presidensial yang partainya sangat terfragmentasi seperti Indonesia, ada kecenderungan presiden membentuk koalisi super besar. "Ini lazim terjadi karena presiden harus berjaga-jaga kalau ada anggota koalisi yang membelot dalam meloloskan kebijakan atau isu tertentu," ujaranya.
Sebaliknya koalisi ramping, sebenarnya masih dimungkinkan, tetapi Djayadi mensyaratkan keberadaan tim lembaga kepresidenan yang kuat dan efektif untuk terus-menerus melakukan lobi guna memastikan dukungan solid anggota koalisi, serta memperluas dukungan kebijakan pemerintah dari pihak luar koalisi berdasarkan isu dan kebijakan yang diusung pemerintah.
Selain, membahas keberadaan koalisi dalam sistem presidensial, buku karya Djayadi ini juga membahas kekuasaan konstitusional presiden dan DPR, peran oposisi, proses pengambilan keputusan di DPR, yang semuanya saling terkait dan mempengaruhi hubungan eksekutif dan legislatif dalam sistem presidensial multipartai di Indonesia.
Sejumlah pembicara dalam acara tersebut antara lain pakar hukum tata negara Prof Dr Jimly Asshiddiqie, Wakil Ketua DPR M Sohibul Iman, fungsionaris PDIP Arif Budimanta, dan fungsionaris Partai Demokrat Ikhsan Modjo. (*)
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014