... masyarakat tidak boleh terbuai oleh kata-kata indah tanpa menilai substansinya
Jakarta (ANTARA) - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 segera memasuki tahapan penting, yakni dengan dimulainya masa kampanye pada 25 September hingga 23 November dilanjutkan dengan pemungutan suara pada 27 November. Pertarungan politik antarcalon kepala daerah, antarpendukung, dan antarpartai atau koalisi partai, bakal lebih mewarnai di tahapan ini.

Momentum ini bukan sekadar kompetisi perebutan kekuasaan, melainkan momen penting bagi provinsi dan kabupaten/kota untuk menentukan pemimpin/kepala daerah masing-masing yang mampu menghadapi tantangan dan membawa perubahan nyata

Kontestasi ini merupakan kesempatan emas bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang tidak hanya menawarkan janji dan mimpi yang dibalut retorika politik, tetapi juga memiliki visi dan kemampuan untuk merealisasikan program-program yang berdampak positif pada pembangunan daerah.

Setiap suara yang diberikan pemilih memiliki kekuatan untuk membentuk masa depan daerah, menentukan arah kemajuan, dan mencetak prestasi.

Ada 548 daerah yang akan menggelar pilkada, termasuk 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota di seluruh Indonesia. Setiap provinsi, kabupaten, dan kota tersebut memiliki potensi, kekhasan, dan keunikan masing-masing. Inilah yang harus dieksplorasi dan dikembangkan oleh calon pemimpin daerah guna mendongkrak pendapatan dan ekonomi daerah.

Saat ini, menjelang Pilkada 2024, merupakan waktu yang tepat bagi masyarakat untuk memilih pemimpin visioner, memastikan bahwa pilihan tersebut akan menghasilkan pemimpin yang berdedikasi, berkompeten, dan mampu memberikan kontribusi yang bermakna bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.


Menebar mimpi

Saat kampanye kelak, berdasarkan pengalaman pilkada-pilkada sebelumnya, publik akan disuguhi dengan retorika manis yang dijajakan  oleh para calon pemimpin daerah. Setiap kata dan janji disampaikan dengan penuh pesona dan meyakinkan.

Namun, harus dicermati dan dipastikan bahwa janji-janji tersebut tidak sekadar “jualan” kecap manis, tetapi benar-benar tercatat dalam program kerja calon kepala daerah dan menjadi kontrak politik kandidat kepada masyarakat yang menjadi konstituennya.

Meminjam peribahasa Latin, verba volant, scripta manent—apa yang terucap akan hilang, tetapi apa yang tertulis akan abadi. Menyejarah! Di sinilah peran masyarakat untuk memastikan bahwa program-program tertulis tersebut memang memberikan kebermanfaatan nyata bagi masyarakat.

Satu hal yang perlu diingat, seorang pemimpin harus bisa dipegang kata-katanya. Para calon kepala daerah itu, nanti setelah terpilih, jangan pernah melupakan janji-janji manis yang terucap saat kampanye. Mereka harus menjaga konsistensi, antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Integritas dan kejujuran adalah kunci utama dalam kepemimpinan yang efektif.

Di sisi lain, masyarakat tidak boleh terbuai oleh kata-kata indah tanpa menilai substansinya. Di balik janji manis para kandidat tersebut, ada tanggung jawab besar yang harus diemban para pemilih.

Setiap janji harus dicermati dengan saksama, apakah itu hanya pepesan kosong atau  merupakan visi yang terencana dengan matang serta program kerja yang benar-benar dapat memajukan daerah dalam 5 tahun ke depan.

Ini adalah saat yang krusial untuk menguji kredibilitas dan komitmen para calon. Jangan biarkan pesona retorika dan orasi calon kepala daerah menutup mata para pemilih terhadap kenyataan di lapangan.

Masyarakat harus menjadi pemilih yang cerdas, yang menilai dengan objektif dan mendalam atas program kerja yang disampaikan. Hanya dengan cara ini kita dapat memastikan bahwa suara rakyat tidak hanya menjadi bagian dari ritual demokrasi yang diperlukan untuk memenangi kontestasi. Suara rakyat harus menjadi kunci bagi masa depan provinsi, kabupaten, atau kota yang lebih baik, penuh kemajuan, dan kesejahteraan sehingga setelah pemilihan, calonnya menang, masyarakat tidak ditinggalkan.


Sang pemimpi(n)

Sejatinya, seorang pemimpin adalah seorang pemimpi, visioner yang memiliki pandangan jauh ke depan dan membangun gagasan serta ide-ide yang mampu menghadirkan manfaat besar bagi bangsa dan negara. Kepimpinan yang visioner pastilah memiliki visi yang jelas tentang tujuan dan arah yang ingin dicapai.

Pemimpi(n) sejati bukan sekadar pelaksana tugas partai politik pengusung, melainkan menjadi arsitek masa depan yang merancang strategi dan jago mengeksekusi “mimpi” tersebut menjadi aksi untuk kemajuan daerah.

Mimpi besar yang digagas oleh calon pemimpin tidak boleh berhenti pada tahap janji kampanye semata. Masyarakat sebagai pemilih memiliki peran penting dalam mengawal dan memastikan bahwa visi tersebut bukan sekadar retorika, melainkan benar-benar menjadi agenda yang terwujud dalam tindakan nyata.

Partisipasi aktif dan pengawasan masyarakat adalah kunci untuk memastikan bahwa mimpi besar ini dapat direalisasikan, bukan hanya untuk kepentingan transaksional sesaat tetapi untuk kemajuan jangka panjang.

Mari kita jadikan momen Pilkada 2024 sebagai kesempatan untuk memilih pemimpin yang tidak hanya memiliki ambisi besar memimpin tetapi juga memiliki rencana konkret dan kapasitas untuk mewujudkan mimpinya tersebut.

Dengan dukungan dan komitmen masyarakat Indonesia, visi mereka dapat menjadi kenyataan, membawa dampak positif yang luas dan berkelanjutan bagi seluruh bangsa.

Sejumlah daerah sudah membuktikan bahwa di bawah pemimpin visioner yang dijaring dari hasil pilkada pada masa lalu, mereka berhasil membawa kemajuan daerah sekaligus menyejahterakan warga.


*) Penulis adalah Sekjen FORDOBI, dan Sekjen Ikatan Doktor Alumni UNJ, Wakil Ketua Umum Asosiasi Praktisi Human Resource Indonesia (ASPHRI), Penulis Buku MANAGING CITIES, & Dosen Luar Biasa MM Universitas Paramadina.

Editor: Achmad Zaenal M

Copyright © ANTARA 2024