Rupiah kita sudah menguat kira-kira 5-6 persen. Beberapa bulan terakhir dari Rp16.200 (per dolar AS), sekarang sudah turun menjadi Rp15.500 (per dolar AS).
Jakarta (ANTARA) - Head of Indonesia Research & Strategy JP Morgan Indonesia Henry Wibowo mengatakan pihaknya memberikan rating positive overweight (penilaian positif terhadap prospek ekonomi dan pasar saham) di Indonesia.

“Kenapa kami memiliki rating positive overweight terhadap Indonesia? Ada beberapa hal. Pertama, Indonesia menurut kami adalah negara salah satu yang akan mendapatkan positive impact (dampak positif) dari Fed rate cut (pemangkasan suku bunga The Fed),” ujarnya dalam JP Morgan Media Breifing, di The Energy Building, Jakarta, Kamis.

JP Morgan memprediksi penurunan suku bunga Amerika Serikat (AS) pada tahun ini sebesar 125 basis points (bps) dengan rincian 50 bps di bulan September, 50 bps di November, dan 25 bps pada Desember.

Untuk Indonesia, diprediksi Bank Indonesia bakal memangkas suku bunga hingga 50 bps dengan rincian 25 bps pada bulan ini dan 25 bps di bulan November.

“Jika monetary easing sudah kejadian, monetary easing itu ketika suku bunga sudah mulai turun, harusnya liquidity (likuiditas) itu akan membaik dan mungkin fund flow (pergerakan uang) dari develop market akan beralih ke emerging market, di mana salah satunya Indonesia akan benefit,” ujar Henry.

Upaya reformasi struktural yang berkelanjutan di Indonesia sebagaimana tercatat dalam Visi Indonesia Emas 2045 juga menjadi alasan kedua JP Morgan memberikan rating positive overweight terhadap prospek ekonomi dan pasar saham di Tanah Air.

Salah satu bentuk reformasi yang dianggap perlu dilakukan adalah menjadikan Indonesia sebagai manufacturing hub dari sebelumnya commodity exporter.

Faktor ketiga adalah adanya pemulihan earning growth (peningkatan laba bersih dari satu periode ke periode berikutnya) perusahaan-perusahaan emiten terbuka (Tbk) dari minus 6 persen pada semester I-2024, plus 5 persen pada semester II-2024, dan diprediksi pada tahun ini berkisar 5-9 persen.

Penguatan nilai tukar rupiah dianggap menjadi salah satu faktor yang memulihkan earning growth dari Rp16.200 per dolar AS pada beberapa bulan terakhir menjadi Rp15.500 per dolar AS.

“Rupiah kita itu memiliki sensitivitas yang sangat tinggi terhadap pergerakan corporate earnings atau laba-laba perusahaan. Karena banyaknya emiten, banyak perusahaan itu yang masih import raw material dari luar. Jadinya, kalau rupiah melemah itu biasanya margin-nya tergerus, dan juga ada perusahaan-perusahaan yang masih memiliki utang berbasis dolar AS atau berbasis mata uang asing, di mana kalau rupiah kita melemah itu akan berdampak ke pembayaran bunga mereka atau ada effect loss,” ujar dia.

“Kalau kita lihat, rupiah kita sudah menguat kira-kira 5-6 persen. Beberapa bulan terakhir dari Rp16.200 (per dolar AS), sekarang sudah turun menjadi Rp15.500 (per dolar AS). Ini memiliki dampak yang sangat positif terhadap emiten-emiten kita, corporate earnings growth harusnya bisa recover,” kata Henry.
Baca juga: BI: Uang beredar dalam arti luas capai Rp8.970,8 triliun di Juli 2024
Baca juga: Menko Airlangga sebut jumlah ritel jadi indikator pertumbuhan ekonomi


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024