Banda Aceh (ANTARA) - Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbudristek, Hilmar Farid, menegaskan bahwa Aceh masih perlu memperbanyak riset terhadap kekayaan budaya dan biokultural, terutama pada tanaman langka yang berpotensi sebagai bahan pengobatan.
“Di Aceh terdapat tanaman langka yang berpotensi besar untuk pengobatan, tetapi risetnya masih minim,” katanya di Banda Aceh, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan Hilmar Farid saat mengisi kuliah umum di Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
Hilmar menyoroti kekayaan biokultural Aceh, seperti ekosistem Leuser, Ulu Masen, dan mangrove yang erat kaitannya dengan budaya lokal, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal.
Padahal, menurut dia, kekayaan tersebut berpotensi menjadi kunci dalam pengembangan gaya hidup sehat berbasis kearifan lokal.
Dia juga mengingatkan bahwa banyak pengobatan modern, seperti aspirin dan kina, bermula dari pengetahuan tradisional. Tetapi, potensi biokultural di Indonesia, termasuk Aceh, belum dimanfaatkan secara maksimal.
"Potensi biokultural Indonesia sangat besar, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal," ujarnya.
Selain itu, dia juga menekankan pentingnya menjaga ketahanan budaya agar tetap relevan di tengah perubahan global. Dan pengelolaan kekayaan biokultural yang tepat dapat memperkuat identitas budaya serta mencegah pengaruh asing.
Hilmar juga menyoroti kebutuhan mendesak akan pendidikan tinggi di bidang Arkeologi, Epigrafi, Antropologi, Film dan Televisi, serta Tata Kelola Seni yang saat ini belum tersedia di Aceh.
“Pendidikan tinggi dalam bidang kebudayaan di Aceh bukan hanya kebutuhan, tetapi juga menjadi landasan penting agar dapat memanfaatkan biokultural masa depan,” katanya.
Karena itu, dia mendorong kolaborasi multisektor, termasuk Wali Nanggroe Aceh, Majelis Adat Aceh, Dewan Kesenian, dan Dewan Kebudayaan dapat bersama merumuskan kebijakan budaya yang komprehensif di Aceh.
“Partisipasi publik juga ditekankan dengan ajakan kepada masyarakat Aceh untuk lebih aktif terlibat dalam inisiatif-inisiatif seni dan budaya, termasuk pemanfaatan ruang publik sebagai pusat kegiatan budaya,” demikian Hilmar Farid.
Baca juga: Dirjen Kebudayaan: Investasi budaya penting, tingkatkan nilai ekonomi
Baca juga: Kemendikbud: Kehadiran festival seni di daerah dukung jalan kebudayaan
Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024