Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nahar mengingatkan bahwa penyelesaian tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan di luar proses peradilan.

"Indonesia saat ini telah memiliki Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Dalam Pasal 23 UU TPKS menyebutkan tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan," kata Nahar saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Hal ini dikatakannya menanggapi kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak (13) sebagai korban di Sumenep, Madura.

"Kami harapkan dukungan dan kerja sama seluruh pihak untuk sama-sama mengawal kasus ini agar korban mendapatkan keadilan dan para tersangka menerima ganjaran yang sesuai," kata Nahar.

Pada kasus ini, tersangka J diduga telah melakukan persetubuhan terhadap anak yang melanggar pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 dan ditambah sepertiga karena pelaku merupakan pendidik dan/atau tenaga kependidikan sesuai Pasal 81 ayat (1) dan (3) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku berdasarkan 81 ayat (6) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," kata Nahar.

Tersangka J juga diduga telah melakukan pencabulan terhadap anak yang melanggar Pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 dan dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana karena tersangka J merupakan pendidik dan/atau tenaga kependidikan sesuai Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pelaku J sudah diamankan di kepolisian setempat, sementara terlapor E yang merupakan ibu kandung korban juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

Kedua tersangka diduga memiliki hubungan asmara, dan tersangka E dijanjikan akan diberikan motor oleh tersangka J.

Baca juga: KPPPA kawal kasus kekerasan seksual yang dilakukan kepsek di Sumenep
Baca juga: Keluarga diminta dukung pemulihan psikologis korban kekerasan seksual
Baca juga: KPPPA: Hukuman pelaku kekerasan seksual anak Sumenep agar diperberat

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024