Surabaya (ANTARA News) - Dewan Pakar Propinsi Jatim mengajukan skenario kepada Gubernur Jatim, Imam Utomo, kalau luapan lumpur di Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, yang diakibatkan oleh pengeboran Lapindo Brantas Inc, tidak bisa dihentikan selama sekitar tiga tahun, maka warga yang masih bertahan di dekat tanggul perlu segera diungsikan. Anggota Dewan Pakar Propinsi Jatim yang juga Dosen ITS Surabaya, Dr Daniel M Rosyid, mengemukakan hal itu di Kantor Pemprop Jatim di Surabaya, Selasa, usai memberikan masukan tentang luapan lumpur Porong kepada Gubernur Jatim bersama sejumlah anggota Dewan Pakar lainnya, dengan didampingi sejumlah kepala dinas terkait di Propinsi Jatim. "Yang terpenting sekarang adalah bagaimana mengkomunikasikan kalau lumpur itu tidak bisa dihentikan. Kalau dalam waktu tiga tahun tidak bisa dihentikan, maka sekitar 10 ribu KK harus dipindahkan, kira-kira tol harus dikorbankan, kemudian lumpur digiring ke arah timur menuju laut secara pelan-pelan, sampai lumpur bisa ditaruh di dekat hutan bakau," paparnya. Dewan Pakar berpendapat seperti itu, karena mempunyai asumsi kalau semburan lumpur itu sudah menjadi "mud vulcano" (kawah gunung lumpur), bukan lagi sekedar "underground blowout". "Kalau sudah 'mud vulcano' ndak ada yang bisa menghentikan, jadi lebih baik diterima sebagai suatu kenyataan. Kita relokasi penduduk, kemudian kita lokalisir lumpur pada lokasi yang sekarang," tuturnya. Asumsi lumpur tidak bisa dihentikan, ujar Daniel, merupakan asumsi yang paling aman. "Setelah kami diskusi dengan Pak Gubernur, sepertinya beliau mengambil posisi tidak bisa dihentikan. Pandangan ini akan diusulkan ke Timnas, sehingga program sekarang yang harus dilakukan adalah 'resetlement' (relokasi atau bedhol desa). Kalau Timnas tidak menerima tidak apa-apa, karena kami sudah memberikan masukan," ucapnya. Dasar lainnya, lanjut Daniel, volume luapan lumpur sudah naik di atas 100 ribu meter kubik per-hari, sehingga tidak malah mengecil. "Kami usul untuk melakukan penataan kembali, kemudian ada industri yang untuk memanfaatkan lumpur, pembuatan tol baru, penyelamatan jalur kereta api, Sungai Porong diamankan tidak boleh dialiri. Apakah nanti dibikin tol baru atau jalan layang ada tim yang mengerjakannya," katanya. Daniel menjelaskan kemungkinan untuk menyelamatkan tol terlalu kecil, karena posisinya lebih rendah dari tanggul, sedangkan jalan Porong lama dan kereta api posisinya lebih tinggi ketimbang jalan tol sekarang. Sedangkan lumpur bergerak ke arah timur, kemudian digiring ke pesisir. Karena kalau dibuang ke laut menyalahi konvensi internasional tentang pembuangan ke laut. Kedatangan Dewan Pakar menghadap gubernur untuk mengetahui apa yang sudah dilakukan Pemprop, kemudian Dewan Pakar memberikan masukan dan langkah-langkah apa yang perlu diambil. "Menurut Pak Gubernur yang paling penting adalah `resetlement`, itu harus dikomunikasikan dengan masyarakat, karena masyarakat yang masih bertahan di tempat yang sekarang resiko-nya tinggi," imbuhnya. Kalau penduduk masih bertahan di sekitar tanggul maka akan mempersulit upaya untuk memperluas "pond" (kolam penampungan) atau memperkuat tanggul. Bahkan penduduk cenderung memperluas tanggul, ungkapnya. Daniel mengakui bahwa saat ini memang sudah ada rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Tetapi pemerintah nanti harus menyatakan secara jelas kalau ada penduduk yang masih bertahan nanti menjadi resiko mereka sendiri. "Jadi Pemprop harus segera mengevaluasi tata ruang dalam jangka panjang, kemudian yang terpenting segera memindahkan penduduk,? ujarnya. Sejumlah anggota Dewan Pakar yang ikut hadir diantaranya Prof Soetandjo Wignyosubroto, Zaidun SH MHum, Warsito Rasman MA, Syafrullah SE MM. (*)
Copyright © ANTARA 2006