Jakarta (ANTARA News) - Posisi Indonesia masih tetap berada di jajaran teratas pembajak software di dunia, di bawah Ukraina dan China, sehingga perlu solusi alternatif berupa program Indonesia, Go Open Source (IGOS).
Demikian salah satu tanggapan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), Sofyan Jalil atas pertanyaan anggota Komisi I DPR dalam acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung Senin malam di Gedung Nusantara II, Kompleks DPR/MPR RI, Senayan Jakarta.
"Program IGOS ini merupakan solusi alternatif, guna mengurangi angka pembajakan software di Indonesia yang cukup tinggi," ujar Sofyan Jalil dalam RDP yang dipimpin langsung Ketua Komisi I DPR, Theo Sambuaga (Fraksi Partai Golkar).
Jika program IGOS ini dapat berjalan mulus, Sofyan Jalil juga berharap dapat meningkatkan penghematan anggaran, sekaligus menciptakan kemandirian di bidang software, meningkatkan daya saing (negara) serta menumbuhkan kreativitas tanpa batas.
"Open source memberikan kesampatan kepada kita untuk "leap frog" di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK), karena kita dapat terjun langsung mengembangkan software yang sudah ada tanpa harus membangunnya dari awal atau dasar lagi," Sofyan Jalil beralasan.
Program IGOS ini sedang berlangsung, meskipun agak tersendat maka diperlukan situasi dan kondisi yang mendukung.
"Yakni berupa penegakkan hukum di bidang HaKI yang saat ini masih setengah-setengah dan juga didukung tersosialisasinya ketersediaan open source sebagai software alternatif, serta tak kalah pentinganya adalah dukungan pemerintah untuk mengembangkan serta memanfaatkan open source software," lanjutnya.
Intinya, demikian Sofyan Jalil, diperlukan suatu political will yang kuat, guna mendorong terimplementasinya program IGOS tersebut.
Konfrontasi dengan KPI
Persoalan yang juga amat mengemuka pada RDP kali ini, menyangkut terjadinya konfrontasi berkepanjangan antara Depkominfo dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Konfrontasi ini berawal dari tidak disetujuinya Peraturan Pemerintah (PP) dalam rangka pelaksaaan Undang Undang Nomor (UU) Nomor 32 Tahun 2002 oleh KPI. Sementara pemerintah, dalam hal ini Depkominfo, harus melaksanakan PP yang telah diundangkan, dan telah menjadi lembaran negara.
"Kami berharap ada upaya serius pihak Depkominfo untuk menuntaskan hal ini, agar perizinan, pengawasan dan monitoring atas lembaga-lembaga penyiaran (radio, televisi) di berbagai daerah di Indonesia, bisa berjalan baik," kata Theo Sambuaga. (*)
Copyright © ANTARA 2006