Pembiayaan campuran menjadi salah satu solusi yang paling menjanjikan karena memungkinkan pemerintah untuk memanfaatkan dana swasta dalam skala besar tanpa harus meningkatkan beban fiskalBadung (ANTARA) - Selatan Global atau Global South, yang mencakup negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Oseania, masih menghadapi keterbatasan upaya pembangunan.
Negara-negara dalam wilayah ini bertalian erat dengan isu kemiskinan, ketimpangan, hingga keterbatasan infrastruktur. Keterbatasan itu juga menghambat negara-negara Selatan dalam mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Akibatnya, negara Selatan Global kerap bergantung pada bantuan ekonomi dari negara-negara maju di belahan Bumi utara.
Ketergantungan itu menampakkan secara nyata kesenjangan akses pembiayaan dalam level global. Padahal, pencapaian SGDs tidak bisa berhasil bila masih ada negara yang tertinggal. Perlu ada keberhasilan yang merata agar target SDGs bisa dikatakan tercapai.
Untuk itu, dibutuhkan perumusan baru soal akses pembiayaan bagi negara Selatan Global. Perumusan ini harus dilakukan dengan kerja sama internasional agar hasil yang dicapai dapat inklusif, kuat, dan berkelanjutan.
Tantangan pembiayaan
Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh negara-negara Selatan Global adalah kesenjangan pembiayaan yang belum sepenuhnya teratasi. Alokasi anggaran, investasi, dan kerangka kebijakan nasional sering kali tidak selaras dengan target SDGs sehingga memperlambat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Ekonomi dan Sosial Li Junhua menyoroti perlunya sistem pembiayaan baru yang fokus pada dampak pembangunan. Sistem ini harus dirancang untuk membuka sumber daya baru yang dapat diinvestasikan dalam proyek-proyek yang mendukung SDGs.
Berbagai dana internasional telah diperkenalkan untuk membantu negara-negara berkembang mengatasi tantangan global, misalnya, Green Climate Fund dan Global Environment Facility yang ditujukan untuk menyelesaikan persoalan iklim. Namun, akses terhadap dana-dana ini sering kali tidak merata, terutama bagi negara-negara yang memiliki kapasitas administrasi yang terbatas.
Selain itu, belum adanya standar internasional yang memastikan kualitas dan kuantitas pendanaan yang dijanjikan juga masih menjadi hambatan bagi Official Development Assistance (ODA) serta pembiayaan inovatif lainnya. Negara-negara berkembang sering kali menerima bantuan tanpa jaminan manfaat ekonomi yang jelas sehingga mempersulit upaya untuk memaksimalkan dampak dari bantuan yang diterima.
Perumusan pembiayaan inovatif
Untuk mengatasi persoalan-persoalan itu, dibutuhkan perumusan pembiayaan inovatif, atau yang dikenal dengan innovative financing, oleh negara Selatan Global.
Atas urgensi itulah Pemerintah Indonesia berinisiatif mengadakan High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF MSP) 2024, yang menyatukan berbagai pemangku kepentingan dunia untuk duduk bersama mendiskusikan persoalan negara Selatan Global, termasuk masalah pembiayaan.
Salah satu skema yang didiskusikan adalah pembiayaan bauran atau blended finance. Skema ini menggabungkan dana publik dengan dana swasta untuk memobilisasi lebih banyak sumber daya guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Pembiayaan campuran menjadi salah satu solusi yang paling menjanjikan karena memungkinkan pemerintah untuk memanfaatkan dana swasta dalam skala besar tanpa harus meningkatkan beban fiskal secara signifikan.
Di Indonesia, misalnya, terdapat skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) serta penerbitan Surat Utang Negara (SUN) SDGs atau SDG bond yang dirancang untuk menarik dana dari sektor non-pemerintah.
Pendekatan-pendekatan itu menjadi langkah konkret Pemerintah Indonesia dalam memobilisasi dana tambahan dari sektor swasta untuk mendanai proyek-proyek yang mendukung pencapaian SDGs, seperti pembangunan infrastruktur air bersih, energi terbarukan, dan sanitasi.
Di samping itu, pembiayaan kreatif (creative financing) juga diusulkan untuk menjadi salah satu solusi pembiayaan bagi negara Selatan Global, utamanya yang menyasar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sebagai contoh, India menerapkan desain pembiayaan di mana perbankan bersaing untuk menawarkan suku bunga yang lebih rendah kepada UMKM yang bermitra dengan perusahaan besar sehingga memungkinkan UMKM mendapatkan pembiayaan dengan bunga yang lebih kompetitif.
Skema tersebut dinilai berhasil dalam menurunkan biaya pembiayaan untuk UMKM, yang pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Usulan lainnya adalah pengoptimalan investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI).
Meski FDI global menurun sebesar 2 persen pada tahun lalu, kawasan Asia Tenggara mencatat peningkatan investasi sebesar 1,3 persen, mencapai 226 miliar dolar AS. Hal ini menunjukkan negara berkembang Selatan Global memiliki potensi yang bisa dioptimalkan dalam menarik investasi asing.
Memang patut diakui mayoritas aliran investasi masih terkonsentrasi di negara-negara maju meski ada peningkatan FDI di beberapa kawasan negara berkembang. Hanya sekitar 23 persen dari total alokasi FDI yang mengalir ke kawasan Asia-Pasifik, sementara negara-negara berkembang dan kurang berkembang menerima porsi yang jauh lebih kecil dari aliran modal global.
Oleh sebab itu, negara-negara berkembang Selatan Global didorong untuk menciptakan lingkungan domestik yang lebih kondusif bagi investasi asing. Pemerintah tiap negara perlu memberikan insentif yang tepat untuk menarik lebih banyak FDI, sambil memastikan bahwa investasi tersebut benar-benar mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.
Pada saat yang sama, pola investasi juga perlu diubah agar lebih inklusif guna memastikan negara-negara Selatan Global dapat mengambil manfaat maksimal dari aliran modal global. Ini termasuk mendorong lebih banyak investasi dari negara-negara berkembang ke negara-negara Selatan lainnya, guna mengurangi ketergantungan pada negara-negara maju.
Kerja sama Selatan-Selatan
Kerja sama Selatan-Selatan telah menunjukkan potensi transformasinya, terutama selama pandemi COVID-19. Negara-negara Selatan Global saling mendukung dalam menghadapi krisis global dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman, serta memperkuat aliran pembiayaan di tingkat nasional, regional, dan global. Kerja sama ini menjadi salah satu kunci dalam mengatasi kesenjangan pembiayaan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang.
Kerja sama itu tentunya juga mencakup perumusan pembiayaan alternatif. Inovasi pembiayaan, seperti pembiayaan campuran dan pembiayaan kreatif, menjadi solusi utama yang dapat membantu negara-negara berkembang dalam menghadapi tantangan ini.
Meski masih banyak hambatan yang harus diatasi, pendekatan yang lebih inklusif dan kolaboratif dalam pembiayaan pembangunan dapat memberikan jalan bagi negara-negara Selatan Global untuk mencapai SDGs sekaligus membangun masa depan yang lebih berkelanjutan di belahan Bumi ini.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024