Sebagian besar kewenangan penyelesaian konflik pertanahan berada di pemerintah kabupaten/kota.
Jakarta (ANTARA) - Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Nurbowo Edy Subagio mendorong penguatan dan penataan struktur organisasi dinas pertanahan di tingkat daerah untuk menghadapi berbagai jenis sengketa pertanahan yang makin kompleks dan meningkat jumlahnya.
Dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, Nurbowo Edy Subagio mengatakan bahwa peningkatan kapasitas ini dapat melibatkan penyempurnaan prosedur, peningkatan kompetensi aparatur, serta optimalisasi kerja sama dengan instansi terkait seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Dengan demikian, dia berharap penanganan sengketa pertanahan dapat lebih efisien, menciptakan kepastian hukum, dan menjaga stabilitas sosial di daerah-daerah yang terdampak.
Hal itu disampaikan Nurbowo saat Rapat Konsolidasi Pusat dan Daerah dalam Fasilitasi Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan di Daerah di Jakarta, Selasa (3/9)
Sementara itu, Direktur Penanganan Sengketa Pertanahan Kementerian ATR/BPN Eko Priyanggodo mengungkapkan bahwa organisasi perangkat daerah bidang pertanahan memiliki peran yang penting dalam penyelesaian sengketa tanah.
"Peran tersebut meliputi penertiban administrasi di desa/kelurahan, penyelesaian aset pemerintah dan membuat rencana aksi percepatan pelaksanaan reforma agraria dengan menganggarkan anggaran pada pemerintah daerah," ujar Eko.
Baca juga: Wakil Ketua MPR desak DPR segera realisasikan RUU Masyarakat Hukum Adat
Baca juga: Hari Masyarakat Adat, AMAN serukan pengesahan UU Masyarakat Hukum Adat
Menurut Kepala Subdirektorat Penetapan Hak Guna Usaha Kementerian ATR/BPN Muhammad Irdian, pemerintah daerah juga memiliki peran yang penting dalam isu perpanjangan dan pembaruan hak guna usaha (HGU).
Hal ini berkaitan dengan perizinan berusaha, perubahan rencana tata ruang wilayah, pencegahan okupasi masyarakat, dan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar.
"Sebagian besar kewenangan penyelesaian konflik pertanahan berada di pemerintah kabupaten/kota dan latar belakang penyebabnya adalah masalah sosial dan politik," terang Irdian.
Kabid Penanganan Masalah, Pembinaan, dan Penyuluhan Pertanahan Dinas Pertanahan Aceh M. Nizwar memandang perlu segera melakukan pemetaan konflik di daerah untuk mengetahui jenis/karakteristik/model konflik sehingga memudahkan dalam penanganan.
Selain itu, lanjut Nizwar, perlu segera melakukan bimtek/sosialisasi tenaga mediator baik bersertifikat MA/instansi maupun kerja sama pertanahan.
Seluruh peserta dan pembicara sepakat bahwa isu pertanahan yang saat ini banyak disorot masyarakat terkait dengan permasalahan tanah ulayat dan masyarakat hukum adat. Hal ini seiring dengan penerbitan Permen ATR/Kepala BPN No. 14 Tahun 2024, akselerasi percepatan penyertifikatan tanah ulayat masyarakat hukum adat menjadi hal yang sangat krusial dan mendesak.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024