Jakarta (ANTARA) - Berawal dari keprihatinan akan keretakan yang terjadi pada bantalan rel yang kerap dilintasi kereta pengangkut batu bara, Giovani Ega dan teman-temannya mulai melakukan penelitian akan efek getaran pada rel kereta api.
 
Ega mengenang penelitian yang bermula dari dirinya yang saat itu berstatus sebagai mahasiswa  diajak oleh PT KAI untuk meneliti mengapa sejumlah bantalan kereta api mengalami kerusakan. Saat itu tidak diketahui apakah kerusakan tersebut dikarenakan kelebihan muatan atau karena usia dari rel tersebut.
 
Dari situ,  dia mulai mengembangkan peralatan yang dapat memantau kondisi rel maupun performa kereta saat berjalan. Alumni Teknik Mesin Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut mulai mengembangkan alat yang dapat mendeteksi kerusakan yang ada di rel maupun pada gerbong kereta, atau yang dikenal dengan Instrumented Railway Vibration (IRV).
 
“Prinsip kerjanya sederhana, segala sesuatu yang bergerak atau kerusakan yang bergerak dapat dideteksi dari getarannya,” ujar Giovani saat ditemui pada pameran Higher Education Partnerships Conference (HEPCON) 2024 di Jakarta, beberapa waktu lalu.
 
Alat yang ditempelkan pada bantalan rel tersebut dapat merekam data getaran , data suara dan juga lokasi. Data-data tersebut kemudian disimpan dalam komputasi awan. Dari data yang tersimpan tersebut, dapat diketahui kapan waktu yang tepat untuk penggantian rel serta lokasi kerusakan karena sudah terhubung dengan Global Positioning System (GPS).
 
“Alat ini juga bisa ditempelkan di gerbong kereta untuk mendeteksi kerusakan pada gerbong,” terang dia.
 
Alat yang dikembangkan pada 2020 tersebut telah diuji di sejumlah lintasan rel yang ada di Pulau Jawa. Setelah proses pengujian di Pulau Jawa, kemudian dilakukan kalibrasi sensor dan getarannya baru diujicobakan di Pulau Sumatera. Saat ini, alat tersebut sudah memasuki pengembangan fase keempat.
 
Alat pendeteksi kerusakan rel dan gerbong kereta tersebut juga akan diujicobakan pada moda Lintas Raya Terpadu (LRT) pada Oktober mendatang. Melalui alat tersebut, Ega berharap dapat berkontribusi pada keselamatan penumpang kereta api. Apalagi kereta api diyakini akan terus tumbuh dan berkembang di Indonesia.
 
 
Pemantau tanaman
 
Tak hanya dari Sekolah Vokasi UGM, mahasiswa dan dosen dari Politeknik Negeri Semarang (Polines) juga berhasil mengembangkan inovasi yang dapat memantau parameter yang ada pada tanaman hidroponik melalui teknologi Internet of Things (IoT) yang diberi nama Monik.
 
Melalui alat tersebut, dapat mengetahui kapan saat yang tepat dalam memberikan nutrisi pada tanaman hidroponik. Selain itu juga dapat mengetahui ukuran yang pas dalam pemberian nutrisi tanaman.
 
Dosen Teknik Elektro Polines, Tahan Prahara, menjelaskan melalui alat tersebut dapat mengendalikan secara otomatis kapan pompa harus menyala yang bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman tidak terganggu.
 
“Kami membutuhkan waktu hingga enam bulan, mulai dari merangkai sensor, uji sistem di laboratorium dan juga bengkel. Serta implementasi di lapangan,” kata Tahan.
 
Saat ini, alat tersebut telah digunakan oleh sejumlah petani hidroponik di wilayah Semarang dan sekitarnya. Tahan berharap produk tersebut dapat terus berkembang dan bermanfaat bagi para petani.
 
Inovasi lainnya juga dihadirkan dalam HEPCON 2024 Politeknik Negeri Madura (Poltera) dengan mesin penggerak bertenaga listrik yang dipasang di buritan kapal kecil atau perahu.
 
Dosen Poltera, Bayu Praharsena, menjelaskan inovasi bernama eMOTION ini menawarkan solusi navigasi ramah lingkungan tanpa mengorbankan performa dari kapal kecil. Inovasi itu irancang untuk memberikan daya dorong yang dapat dikendalikan sesuai kecepatan yang diinginkan dengan teknologi canggih.
 
Alat eMOTION juga ideal untuk area konservasi dan wisata dalam menjaga ekosistem laut dengan mengurangi polusi suara dan udara. Selain itu, memberikan kenyamanan berkendara yang lebih baik berkat mesin yang senyap dan minim getaran.
 
Melalui mesin kapal listrik ini, pengunjung dapat menikmati wisata yang tenang, senyap, kemudian getaran di sana sangat minim. Sehingga ini menjadi inovasi yang kita kembangkan ke depan.
 
Alat eMOTION dikembangkan oleh mahasiswa D3 Teknik Listrik Industri. Mereka sedang menggarap solar panel charging station untuk menekan biaya operasional sehingga dapat lebih terjangkau.
Dan dapat  diturunkan emisinya mendekati nol dengan tenaga surya ini.

Proses pengecasan baterai tidak lagi menggunakan listrik, namun dengan memanfaatkan tenaga matahari sehingga biaya operasional wisata, biaya maintenance bisa sangat turun. 

 Bayu mengatakan, pembuatan eMOTION sudah memasuki tahap kedua. Pada tahap pertama, pihaknya membuat mesin penggerak kapal dengan kapasitas 20 kilowatt (KW) dengan riset selama delapan bulan. Kemudian, dengan menggunakan blue print riset sebelumnya, pihaknya mulai mengembangkan mesin penggerak dengan daya yang lebih besar.
 
HEPCON 2024 yang diselenggarakan di Jakarta pada 29 Agustus hingga 31 Agustus lalu, merupakan wadah untuk memperkuat kolaborasi internasional dalam menghadapi tantangan global di era digital.

HEPCON doharapkan dapat menjadi wadah yang inklusif bagi institusi pendidikan tinggi, dunia usaha, dan asosiasi sekolah untuk berkumpul, berbagi, serta tumbuh dan berkembang bersama secara kolektif, menghadirkan solusi inovatif dan sinergi yang tak terbatas.
 
 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024