Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa hadiah kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dikategorikan suap bukan soal jumlahnya, melainkan apabila berhubungan dengan jabatan dan tugas serta kewenangannya.

Hal ini disampaikan Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK Herda Helmijaya dalam acara daring yang diadakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Rabu.

"Kalau bicara jumlah tidak ada. Di undang-undang tidak menetapkan jumlah," kata dia.
 
Adapun peraturan yang dimaksud, yakni pasal 12B ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Baca juga: KPK telaah laporan masyarakat soal Kaesang
 
Di UU tersebut disebutkan bahwa setiap hadiah yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap bila berhubungan dengan jabatan serta bertentangan dengan tugas dan kewenangannya.
 
Menurut Herda, biasanya bila terkait jabatan serta tugas dan kewenangan penyelenggara negara atau Aparatur Sipil Negara (ASN) maka ada konflik kepentingan.
 
Lalu yang menarik dari suap, kata dia, yakni cara kerjanya dengan mempengaruhi kerangka berpikir (mindset) aparat pemerintah.

"Makanya biasanya tidak besar-besar (jumlahnya). Kalau dikasih besar dia biasanya ketakutan. Tetapi kalau dikasih kecil-kecil tapi terus-menerus itu diterima. Makanya itu biasanya terjadi di layanan-layanan publik," kata Herda.

Baca juga: TII: Gratifikasi pejabat negara harus mendapat perhatian sama
 
Dia mengatakan, ASN punya kewajiban menolak gratifikasi atau hadiah yang berhubungan dengan jabatan serta bertentangan dengan tugas dan kewajiban.
 
Lalu, ASN dapat lepas dari tuntutan KPK atas gratifikasi yang diterima bila melaporkannya ke KPK.  Hal ini seperti yang tertuang dalam Pasal 12C ayat UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
 
Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa apabila ASN yang menerima hadiah tadi melaporkan ke KPK, maka KPK atau aparat penegak hukum melepaskan hak untuk menuntut terhadap peristiwa itu.
 
"Tapi ada jangka waktunya, 30 hari sejak diberikan hadiah," kata Herda.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024