Cijeruk, Bogor (ANTARA News) - Berita mengenai tewasnya Umar Al-Faruq, yang selama ini dituduh badan intelijen AS (CIA) dan pihak Barat terlibat jaringan terorisme, bahkan disebut-sebut sebagai tokoh jaringan Al Qaidah di Asia Tenggara, membuat istrinya, Ny Mira Agustina (28), bingung dan belum dapat mengambil sikap. "Soal (kematian Al-Faruk) itu, saya masih ingin konsultasi dengan Pak Eggy Sudjana, jadi bagaimana menyikapinya, tentu masih harus menunggu (konsultasi itu ", katanya, saat ditemui di kediamannya, Kampung Cijambu, Desa Cisalada, Kecamamatan Cijeruk, perbatasan Kabupaten Bogor-Sukabumi, demikian dilaporkan wartawan ANTARA, Selasa pagi. Kantor berita Reuters melaporkan bahwa tentara Inggris di Irak telah membunuh satu dari sejumlah wakil penting pemimpin Al Qaidah, Usamah bin Ladin, yang lari dari sebuah penjara AS di Afghanistan tahun lalu. Umar Al Faruq ditembak mati ketika melawan penangkapan Senin (25/9) dalam satu serangan dini hari oleh sekitar 200 tentara Inggris di kota terbesar kedua Irak, Basrah, kata jurubicara militer Inggris Mayor Charlie Burbridge. Mira Agustina sendiri -- yang saat diwawancarai disertai dua anaknya hasil perkawinan dengan Umar Al-Faruq, yakni Gholiah dan Hanum, serta adik laki-lakinya yang hanya mau dipanggil "Daeng" -- sebenarnya tidak bersedia memberikan komentar lebih jauh, terlebih kabar itu belum dapat dikonfirmasi. Gholia, saat ini tercatat sebagai siswi SD Cisalada kelas 2, dan Al Hanum, siswi TK Amelia Cigombong. Namun, setelah ANTARA mencoba mengubungi Eggy Sudjana -- yang selama ini menjadi kuasa hukum Mira Agustina -- dan langsung mendengar dialog, ia kemudian bersedia memberikan komentar singkat. "Sebenarnya saya tidak mau memberikan 'statement', karena dari awal pun, saya tidak pernah diberi kesempatan apa bisa ketemu atau tidak (dengan Al-Faruk) sampai akhirnya ada kabar dia meninggal, saya tidak bisa membuktikan apakah dia benar atau bersalah," katanya dengan suara parau dan akhirnya meneteskan air mata. "Jadi, saya pribadi (sampai saat ini) belum yakin dia telah meninggal," katanya. Mengenai perasaan tertentu setelah mendengar kabar kematian itu, ia menyatakan bahwa memang sempat ada kebimbangan, karena ketika dirinya diberi kabar wartawan pukul 04:00 WIB, Selasa dini hari -- yang bersamaan dengan waktu sahur -- suasana hatinya diliputi suasana khawatir. "Namun, hati saya yang lain bilang, dan juga disetujui kedua anak saya, mereka bilang `abi` (ayah)-nya, Insya Allah masih ada, jadi saya cuma bisa bilang, sampai saat ini belum yakin, dan kita pastikan terlebih dahulu berita itu," katanya. "Saya masih akan konsultasi dulu dengan Pak Eggy Sudjana dulu, dan sementara ini akan menenangkan hati dulu," katanya. Tetap misterius Ikhwal "kemisteriusan" sosok Umar Al-Faruq, hingga kabar terbaru soal kematiannya di Basrah, Irak, masih belum diketahui dengan jelas, apakah benar terkait dengan jaringan Al-Qaidah seperti dituduhkan pihak Barat. Pengamat dan peneliti masalah internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dewi Fortuna Anwar -- ketika mengomentari kaburnya Al-Faruk dari penjara "super ketat" yang dijaga tentara AS di Baghram, Afghanistan sejak Juli, namun berita pelariannya itu baru diketahui umum pada November tahun lalu -- tetap melihat soal Al-Faruk itu "penuh dengan misteri". Sejak semula, kata dia, persoalan Umar Al Faruq itu penuh dengan misteri karena sejak ia ditangkap aparat intelijen dan keamanan Indonesia di Kota Bogor 5 Juli 2002 lalu, publik negeri ini dibuat "terkaget-kaget" karena aparat langsung menyerahkan dirinya ke pihak berwenang AS kendati dia berkewarganegaraan Indonesia. "Seandainya pihak intelijen kita tidak gegabah menyerahkan Umar Al Faruq (kepada AS), hal ini tidak akan terjadi. Aneh sekali, WNI (warganegara Indonesia) kok diserahkan ke negara lain, padahal kita tahu negara itu justru tidak mudah menyerahkan warganegaranya kepada kita," katanya. Menurut Dewi Fortuna, persoalan Al Faruq itu tidak hanya menyisakan misteri di saat ia ditangkap tiga tahun lalu, tetapi juga di saat ia diberitakan berbagai media massa melarikan diri dari penjara. "Yang lebih aneh lagi kita tidak tahu di mana ia dipenjarakan... apakah di Amerika atau di mana. Namun tiba-tiba kita dengar sejak Juli lalu dia melarikan diri... Kok bisa-bisanya dia kabur di tengah basis Amerika Serikat dengan puluhan ribu pasukannya," katanya. Karena berbagai misteri yang belum terjawab itulah, Jakarta pantas mendesak Washington untuk menjelaskan secara terpadu perihal Al Faruq. Sementara itu, anggota Komisi I DPR-RI, Suripto -- berkaitan dengan misteri yang menyelimuti Al-Faruq -- dalam wawancara dengan ANTARA saat menilai kaburnya Al-Faruq dari penjara "super ketat" AS di Afghanistan --berpendapat bahwa bisa jadi Al-Faruq adalah "planted agent"(agen yang ditanam) oleh badan intelijen asing ke dalam apa yang disebut jaringan Al Qaidah untuk Asia Tenggara. Menurut Suripto, pelarian Al Faruq -- kala itu -- semakin memperkuat prediksi dan kecurigaan bahwa tokoh misterius itu adalah agen yang dipelihara CIA, karena hanya orang yang dibantu oleh "organisasi yang rapi" saja yang dapat kabur dari penjara yang dijaga super ketat seperti itu. "Tak gampang untuk bisa lolos (dari penjara Amerika Serikat). Tentu ada organisasi yang rapi dan menguasai informasi yang cukup cermat dalam mempelajari seluk-beluk penjara dan terlibat dalam upaya pelarianya itu," kata pendiri Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) itu. Sedangkan penasihat hukum Mira Agustina, Eggy Sudjana, melihat mencuatnya kasus Al-Faruq lebih banyak akibat intervensi negara asing dalam urusan dalam negeri Indonesia. "Saya yakin semua peristiwa yang terjadi saat ini (menyangkut Al-Faruk) hanya pesanan dan 'setting'-an dari luar negeri yang sedang mengintervensi urusan dalam negeri di Indonesia yang didominasi oleh masyarakat Muslim," katanya. Eggi Sudjana adalah penasihat hukum Mira Agustina, sejak suaminya, Umar Al-Faruk, hilang dan ditangkap pada 5 Juni 2002. Ia menegaskan bahwa posisinya adalah penasihat hukum bagi istri Umar Al-Faruk, dan bukan kepada sosok Umar Al-Faruk yang masih misterius itu. "Saya mewakili kepentingan klien saya Mira Agustina, jadi jangan salah, bukan untuk Al-Faruk, harusnya tanggung jawab (memberi perlindungan hukum) adalah tugas pemerintah, kalau ada yang tidak bisa bayar (kepada penasihat hukum), pemerintah yang menyediakan, ini pemerintah membiarkan warganya, jadi jangan terus dipelintir 'mbelain' teroris," katanya, tahun lalu. Ia mengatakan dirinya tergerak menjadi penasihat hukum Mira Agustina, karena merasa peran pemerintah untuk menyediakan pengacara untuk orang miskin tidak ada. Menurut dia, selama dirinya menjadi pengacara istri dari Al-Faruk guna menghubungkan kliennya itu kepada instansi terkait di pemerintahan, hingga kini tidak ada hasilnya, meski sudah mencoba untuk bekerja sama guna mendapat kejelasan mengenai hal-ikhwal suami Mira Agustina yang hingga kini masih miterius itu. Ia khawatir, dengan ketidakjelasan tersebut, jangan-jangan pemerintah ikut mendisain atau mensetting larinya Al-Faruk untuk mengambinghitamkan Al-Faruk atas peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia pada saat lalu itu. (*)

Copyright © ANTARA 2006