Saya belum menerima surat dari KPK apakah (Sugiharto) sudah tersangka. Secara tertulis sampai hari ini saya belum menerima,"Jakarta (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan belum menerima surat resmi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penetapan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Sugiharto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP atau KTP elektronik.
"Saya belum menerima surat dari KPK apakah (Sugiharto) sudah tersangka. Secara tertulis sampai hari ini saya belum menerima," kata Gamawan di Gedung Kemendagri di Jakarta, Rabu.
Oleh karena itu, pihaknya belum dapat menentukan status Sugiharto di lingkungan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Dia juga belum dapat menghubungi Direktur Jenderal (Dirjen) Dukcapil Irman pasca-penggeledahan yang dilakukan KPK pada Selasa (22/4).
"Sampai sekarang saya belum bertemu dan menerima laporan dari Dirjen Dukcapil. Dia (Irman) kan harus akomodatif karena ada penggeledahan dari KPK, supaya prosesnya berjalan lancar," tambah mantan Gubernur Sumatera Barat itu.
Selasa (22/4), KPK menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Dukcapil Sugiharto sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011--2012.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan Sugiharto diduga menyalahgunakan wewenang ketika menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan proyek KTP elektronik tersebut.
"Setelah dilakukan gelar perkara terkait proses penyelidikan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik atau E-KTP maka didapat dua alat bukti yang cukup yang kemudian disimpulkan telah ada dugaan tindak pidana korupsi dalam kaitan pelaksanaan pengadaan E-KTP tersebut. S selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemendagri ditetapkan sebagai tersangka," kata Johan.
Sugiharto disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tersangka diduga melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan karena jabatan yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian Negara.
(F013/T007)
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014