“Kondisi kelembaban di Indonesia sangat tinggi 90-100 persen, suhunya panas juga akhir-akhir ini. Pengguna CDL yang sering berkegiatan di luar ruangan harus lebih sering diganti, karena negara kita bisa berbeda dengan negara lain yang bisa bertahan enam bulan delapan bulan,” katanya saat berbincang-bincang secara daring di RSCM, Jakarta, Rabu.
Jika kelembaban itu terus dibiarkan, infeksi akibat perpindahan kuman dari permukaan kulit ke aliran darah melalui lubang kateter sangat memungkinkan dapat menyerang pasien yang hendak melakukan hemodialisa atau cuci darah.
Beberapa gejala yang sering ditemukan ketika CDL tersebut sudah mulai tidak membaik biasanya pasien merasakan demam, gatal dan timbul kemerahan. Sehingga, menurut dia, harus cepat dilakukan tindakan untuk menghentikan infeksi tersebut.
“Kalau sudah ada timbul gejala seperti keluar nanah, merah, demam dan rasa tidak nyaman serta gatal, nyeri dan bengkak itu harus segera datang ke rumah sakit untuk diperiksakan,” jelas dia.
CDL sendiri memiliki beberapa kelebihan, pertama memiliki dua saluran yang terpisah, sehingga memungkinkan dapat melakukan dua fungsi yang berbeda secara bersamaan.
Kelebihan yang kedua adalah dengan menggunakan CDL pasien dapat memilih pilihan yang tepat untuk situasi medis yang membutuhkan akses vaskular yang stabil dan multiguna.
Dia juga menyebutkan bahwa CDL memiliki dua sistem yang berbeda, seperti sistem jangka pendek dan juga jangka panjang. Biasanya, jangka pendek ini atau non-tunnel dapat dilepas setelah terpasang selama tiga minggu sedangkan jangka panjang dapa bertahan hingga 6-8 bulan.
Untuk diketahui, CDL merupakan alat pembantu yang bersifat sementara. Untuk akses hemodialisa secara permanen di antaranya adalah ArterioVenous (AV) shunt atau fistula (AVF) dan juga AVGraft (AVG).
Baca juga: BPJS permudah pelayanan rujukan cuci darah untuk pasien gagal ginjal
Baca juga: Keluarga Habibie sumbang alat hemodialisa untuk RS Ainun
Pewarta: Chairul Rohman
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024