Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia Hermono di Kuala Lumpur, Rabu, mengatakan kedua negara, Indonesia dan Malaysia, memiliki potensi besar untuk menemukan solusi berbasis alam guna mencapai tujuan bersama dalam hal memitigasi perubahan iklim.
Menurut dia, saat ini waktu yang tepat untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. AtmosTalk yang terselenggara pada Selasa (3/9) itu diharapkan dapat menjadi langkah awal yang positif dalam mendorong aksi kolektif yang lebih efektif untuk memitigasi perubahan iklim dan beradaptasi dengan dampaknya di Malaysia.
Hermono bersama dengan para pakar terkemuka dari akademisi lingkungan hidup serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berpengalaman dalam pelaksanaan proyek karbon NbS di Malaysia, menjadi pembicara dalam diskusi tersebut. Perspektif yang beragam dari para pembicara telah menawarkan pandangan komprehensif mengenai berbagai aspek Solusi Berbasis Alam.
Sementara itu, Kepala Eksekutif (CEO) sekaligus pendiri Fairatmos Natalia Rialucky mengatakan diskusi yang mereka adakan bersama KBRI Kuala Lumpur itu menyoroti pentingnya pembelajaran bersama, berbagi pengetahuan, dan pengembangan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan dalam implementasi NbS dalam proyek aksi mitigasi perubahan iklim.
Para peserta, menurut dia, telah mendapatkan kesempatan untuk mendalami potensi NbS dalam mengatasi perubahan iklim, lewat diskusi yang mendalam mengenai Solusi Berbasis Alam dari sektor kehutanan, pembelajaran dari proyek-proyek sukses seperti Proyek Konservasi Hutan Hujan Kuamut di Malaysia, serta peran penting teknologi dalam mendukung implementasi NbS yang berkelanjutan.
“Proyek aksi mitigasi perubahan iklim berbasis alam dapat menyeimbangkan kebutuhan konservasi dan pertumbuhan ekonomi. Di mana reforestasi dan pengurangan emisi dari penebangan hutan dan deforestasi dihargai dalam nilai ekonomi,” kata Natalia.
Dari kata pengantar dalam Peta Jalan Transisi Energi Nasional (the National Energy Transition Roadmap/NETR) Malaysia, Menteri Ekonomi Malaysia Rafizi Ramli menyebutkan Rencana Malaysia Kedua Belas (Twelfth Plan) yang berlaku selama 2021-2025 mengartikulasikan komiten untuk mencapai emisi Gas Rumah Kaca (GRK) nol bersih pada 2050.
Bersamaan dengan itu, Kebijakan Energi Nasional Malaysia 2022-2040 (DTN) meletakkan dasar bagi transisi energi yang adil dan inklusif bagi semua, dan NETR dikembangkan untuk mengakselerasi rencana transisi energi tersebut. Setidaknya 10 proyek katalis unggulan yang mencakup enam pengungkit transisi energi yakni efisiensi energi, energi terbarukan, hidrogen, bioenergi, mobilitas hijau, dan penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (CCUS) telah diluncurkan pada Juli 2023.
Dengan proyek-proyek tersebut Malaysia berharap mampu menarik investasi lebih dari 25 miliar ringgit Malaysia (RM) atau sekitar Rp89 triliun, menciptakan 23.000 kesempatan kerja dan mengurangi emisi GRK lebih dari 10.000 Gigagram CO2eq per tahun.
Baca juga: KBRI fasilitasi produk kecantikan Indonesia ikut IBE 2024 Kuala Lumpur
Baca juga: KBRI Kuala Lumpur boyong 50 calon investor "site visit" ke IKN
Baca juga: 250 pembeli akan hadiri pencocokan bisnis di MIHAS 2024 Malaysia
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024