Pemberian gratifikasi juga membuat penentuan keputusan oleh penerimanya menjadi terganggu dan bias kepentingan.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute (TII) Christina Clarissa Intania mengatakan bahwa dugaan gratifikasi terhadap pejabat negara harus mendapat perhatian yang sama agar praktik tersebut tidak menjadi sebuah kewajaran.

"Perlu menjadi keresahan bahwa praktik gratifikasi yang sedemikian rupa tetap umum dilakukan jika tidak dinormalisasi oleh pejabat atau bahkan sampai ke aparat penegak hukum dari sumber yang berbagai macam," kata Christina saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, gratifikasi merupakan penyebab birokrasi maupun penegakan hukum tidak berjalan sesuai dengan muruah. Pasalnya, gratifikasi menciptakan konflik kepentingan di antara pihak yang terlibat.

"Pemberian gratifikasi juga membuat penentuan keputusan oleh penerimanya menjadi terganggu dan bias kepentingan. Ada utang balas budi yang mengiringinya," ujar dia.

Christina mengatakan bahwa dugaan gratifikasi penggunaan fasilitas pesawat jet pribadi oleh Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep, yang mendapat sorotan publik, seharusnya menjadi peringatan bagi pejabat publik lainnya.

Di sisi lain, aspek penegakan hukum juga harus ditelusuri agar isu tersebut tidak sekadar menjadi pembicaraan hangat. Bagaimanapun gratifikasi menunjukkan adanya permasalahan integritas, profesionalisme, dan etika pada pejabat publik.

"Penelusurannya inilah yang menjadi tantangan," imbuh Christina.

Ia menyoroti bahwa KPK mengalami pelemahan setelah revisi undang-undang pada tahun 2019. Menurut Christina, KPK bisa mengusut informasi, tetapi pimpinan komisi antirasuah itu tidak bisa menjadi penyidik atau penuntut umum.

"Hal ini membuat KPK tidak bisa seproaktif sebelumnya. Apalagi, dengan adanya Dewan Pengawas yang membuat gerakan KPK makin terbatas," ujar dia.

Oleh karena itu, disarankan oleh Christina bahwa komponen hukum seperti mekanisme pencegahan dan tindak lanjut gratifikasi di instansi negara harus lebih ketat ditegakkan.

Ia menilai penegakan hukum terkait dengan gratifikasi bersifat darurat dan mendesak, terlebih kasus-kasus korupsi juga tidak terlepas dari gratifikasi yang melibatkan pejabat publik.

"Untuk itu, penerimaan gratifikasi harus dilaporkan sesuai dengan aturan yang berlaku," kata dia.

Selain penegakan hukum, menurut Christina, budaya gratifikasi juga harus tegas ditolak oleh instansi pemerintah dan individu di dalamnya.

"Jika individunya masih senang hati menerima gratifikasi dan dibantu dengan lemahnya penegakan hukum, pasti gratifikasi akan tetap subur dan mengakar, dan dianggap normal, termasuk di sektor publik di Indonesia," ucap dia.

Baca juga: KPK tegaskan tak beri perlakuan khusus ke Kaesang
Baca juga: KPK sebut punya kewenangan usut Kaesang soal dugaan gratifikasi

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024