Sharif mengungkapkan, rangkaian kegiatan yang saat ini sedang berlangsung tersebut juga menekankan pada perlunya kemitraan lintas sektoral sebagai kunci untuk membantu meningkatkan tata kelola laut (ocean governance) dan mengatasi kapasitas SDM yang terbatas. "Kita perlu untuk menggalang kemitraan yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, akademisi, komunitas, dan masyarakat sipil untuk mensinergikan upaya dan mengembangkan inovasi dan ide-ide baru untuk meningkatkan implementasi pemanfaatan environmental services yang berkelanjutan yang telah laut sediakan untuk kita," ungkap Sharif.
Sharif menambahkan, sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sangat bergantung pada sumber daya laut yang terbatas, yang sangat penting untuk menyediakan sumber pangan dan pekerjaan bagi jutaan orang. “Sumber daya kelautan dan perikanan merupakan pendorong ekonomi global yang harus dikelola secara berkelanjutan untuk membantu mengurangi kemiskinan dan menjamin ketahanan terhadap dampak perubahan iklim", tambah Sharif.
Untuk menggambarkan nilai-nilai kemitraan tersebut, menurut Sharif, KKP dan Pemerintah Belanda telah meluncurkan project for Fisheries and Aquaculture for Food Security in Indonesia, yang akan berlangsung selama tiga tahun, dalam kurun waktu 2014-2016. Proyek senilai 4,5 Juta Euro ini, dikelola oleh Center for Development and Innovation (CDI) Wageningen University, yang dirancang untuk mempromosikan produk perikanan mendukung ketahanan pangan yang berkelanjutan di Indonesia. Dalam perjalanannya proyek ini diharapkan akan meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, dan pemanfaatan produk perikanan tertentu untuk pasar domestik, selain juga meningkatkan kualitas dan standar penanganan ikan di pelabuhan perikanan lokal untuk mengurangi praktek-praktek yang tidak ramah lingkungan. "Kedepan, kami berharap bahwa kegiatan kemitraan serupa akan banyak dilakukan oleh pihak-pihak lain untuk membantu memastikan kesejahteraan bagi generasi sekarang dan yang akan datang," ungkap Sharif.
Menurut Sharif, Asia menyumbang 67 persen dari total produksi ikan dunia pada tahun 2011 dan telah menjadi sumber utama protein hewani dan gizi untuk populasi manusia secara global. Namun, wilayah ini juga menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan peran penting ini. “Selain dari peningkatan populasi penduduk yang sangat pesat, sektor kelautan dan perikanan di banyak bagian Asia menunjukkan tren menurun akibat degradasi habitat kritis, hilangnya keanekaragaman hayati, polusi, penangkapan ikan yang merusak, dan dampak perubahan iklim”, kata Sharif.
Blue Economy sebagai Penopang
"Indonesia menganut konsep Blue Economy sebagai next frontier, seperti yang dinyatakan oleh Presiden Republik Indonesia di Plennary Session Konferensi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan di Rio de Janeiro pada tahun 2012," kata Sharif.
Untuk meningkatkan ekonomi berbasis kelautannya dengan cara mempromosikan pertumbuhan ekonomi sekaligus memberikan keadilan bagi generasi sekarang dan yang akan datang, Indonesia baru-baru ini menetapkan kebijakan Pengembangan Kelautan dan Perikanan yang Berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip *Blue Economy*. "Kebijakan ini bertujuan untuk mempromosikan tata kelola laut terpadu yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan," tambah Sharif.
Kegiatan ini diselenggarakan melalui kemitraan dengan WWF, Conservation International, dan Coral Triangle Center, dengan mengikutsertakan bersama-sama para ahli dari berbagai bidang disiplin ilmu yang akan berbagi keahlian dan pengalaman mereka di bidang utama tata kelola laut.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811806244)
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014