Ini menunjukkan upaya signifikan dan berkelanjutan Indonesia dalam menangani AMR di sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan melalui pendekatan One Health
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengatakan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba (RAN PRA) sejauh ini telah menunjukkan hasil yang positif.

Hal itu disampaikan oleh Pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK R. Nunung Nuryartono berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi RAN PRA tahun 2020-2024.

"Ini menunjukkan upaya signifikan dan berkelanjutan Indonesia dalam menangani AMR di sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan melalui pendekatan One Health," ujar Nunung dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.

Menurutnya, pencapaian yang diraih ini sangat berarti mengingat tantangan kompleks dalam mencapai pengendalian resistensi antimikroba (AntiMicrobial Resistance/AMR) yang berkelanjutan dan komprehensif. Nunung mendorong agar hasil ini perlu di tingkatkan, terutama pada pengendalian resistensi antimikroba di sektor kesehatan.

Baca juga: Wamenkes: GeMa CerMat langkah vital guna cegah resistensi antimikroba

"Secara umum pelaksanaan RAN PRA 2020-2024 telah mencerminkan komitmen kuat Indonesia untuk meningkatkan pengendalian AMR melalui langkah-langkah mitigasi terhadap risiko bahaya AMR di masa mendatang," ujar Nunung.

Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan) Imron Suandy menyoroti peran vital kesehatan hewan dalam strategi pengendalian resistensi antimikroba melalui pendekatan One Health.

“Kemajuan dalam menangani AMR di kesehatan hewan adalah bukti dari upaya kepedulian kami dalam melindungi masyarakat secara berkelanjutan," kata Imron.

Melalui penerapan regulasi dan kebijakan yang tegas serta dengan dukungan sektor swasta, baik di industri obat hewan maupun industri perunggasan komersial, dapat mengakselerasi pencegahan penyebaran AMR dari hewan.

Imron menjelaskan regulasi pelarangan Antibiotic Growth Promoter (AGP) & colistin di peternakan unggas komersial berpengaruh terhadap penurunan resistansi dan tingkat Extended-Spectrum Beta-Lactamases (ESBL) atau enzim yang menyebabkan bakteri kebal terhadap obat pembasmi bakteri (antibiotik) di peternakan.

Baca juga: Kemenkes-WHO luncurkan strategi nasional cegah kematian akibat AMR

Hal ini didukung oleh kesadaran pihak industri untuk selalu memperbaiki praktik, terutama dalam hal mengurangi penggunaan antimikroba untuk profilaksis dan meningkatkan penerapan biosekuriti guna mencegah terjadinya infeksi.

Sementara itu Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Azhar Jaya mengatakan meskipun upaya pengendalian resistensi antimikroba telah membuat beberapa langkah maju, hasil ini menunjukkan beberapa area utama memerlukan perhatian lebih terfokus.

Misalnya, penurunan kasus ESBL dan penggunaan antimikroba yang rasional di fasilitas kesehatan belum mencapai target.

Azhar mengemukakan pihaknya berkomitmen mengatasi tantangan ini melalui Strategi Nasional Pengendalian AMR untuk sektor kesehatan manusia yang baru diluncurkan dan akan menjadi dasar bagi rencana aksi nasional lintas sektoral berikutnya.

"Dengan memperkuat kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, kami bertujuan meningkatkan pengendalian AMR di Indonesia secara signifikan," kata Azhar.

Baca juga: BPOM: 10 juta kematian bakal terjadi akibat resistensi antimikroba

Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024