Surabaya (ANTARA News) - Suparto Brata, sastrawan yang hingga kini tetap produktif menulis novel berbahasa Jawa dan Indonesia, bertekad untuk menjadikan karya sastra Jawa sebagai sumber bacaan dunia. "Untuk itu, kolega yang di luar negeri saya kirimi buku-buku sastra Jawa. Itu saya ongkosi sendiri dan jangan ditanya apakah uangnya kembali atau tidak," katanya kepada ANTARA News di Surabaya, Senin. Meskipun dengan menulis sastra Jawa, ia mengaku, uangnya "tidak kembali". Namun, dirinya tetap bertekad untuk menulis sastra tersebut. Ia menyiasati, untuk biaya pengiriman karya sastra Jawa ke luar negeri diambil dari penghasilannya menulis sastra berbahasa Indonesia. Selain ke luar negeri, tekadnya untuk terus menulis sastra Jawa itu dilakukan agar generasi muda kembali menyenangi bahasa ibunya. "Pokoknya Bacalah sastra Jawa, `tak` (akan saya) bayari," kata sastrawan kelahiran Surabaya, 27 Pebruari 1932 itu. Ayah empat anak itu mengemukakan, sejak novel pertamanya yang diselesaikan tahun 1958 dengan judul "Tak ada Nasi Lain" dan baru diterbitkan secara bersambung di sebuah harian ibukota tahun 1990, ia telah menghasilkan 125 novel berbahasa Indonesia dan Jawa. "Sekarang, setiap hari saya selalu berusaha untuk bisa menulis antara pukul 03.00 hingga pukul 08.00. Setelah itu jam 08.00 sampai jam 17.00 membaca buku. Setiap hari saya bisa menghasilkan tiga hingga delapan lembar untuk novel," katanya. Pensiunan pegawai negeri sipil bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota (Humas Pemkot) Surabaya itu mengemukakan, dirinya disiplin menulis setiap hari bertujuan untuk menjaga semangat, agar tidak luntur. "Kalau ada pertandingan sepakbola pada dini hari, kadang terganggu karena saya juga senang sepakbola. Tapi, bagaimanapun saya tetap menulis," demikian Suparto Brata. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006