Xining (ANTARA) - Pada akhir Agustus, sebuah tim keamanan hutan menjelajahi alam liar yang jalannya kurang datar di Hoh Xil, situs Warisan Alam Dunia UNESCO di Provinsi Qinghai, China barat laut.

Patroli ini kembali menorehkan langkah maju dalam upaya perlindungan salah satu area langka (frontier) terakhir di dunia yang masih liar dan kerap disebut sebagai "zona terlarang bagi kehidupan manusia" tersebut.

"Tim kami melakukan 12 patroli berskala besar setiap tahunnya, yang mencegah perburuan liar dan tindakan ilegal lainnya," ujar Ngawang Dampa, direktur biro tim tersebut, sebagaimana diwartakan Xinhua.

Hoh Xil merupakan surga bagi kawanan antelop Tibet. Beberapa dekade yang lalu, para pemburu liar banyak menyasar Hoh Xil meski larangan berburu diberlakukan. Mereka membidikkan peluru ke arah hewan-hewan yang menyukai keheningan itu.

Kini, tidak ada lagi suara tembakan dari para pemburu liar di Hoh Xil sejak 2009. Populasi antelop Tibet pun telah meningkat dari sekitar 20.000 ekor pada akhir 1980-an menjadi lebih dari 70.000 ekor saat ini.

Pada September 2023, undang-undang (UU) tentang perlindungan ekologis Dataran Tinggi Qinghai-Xizang, yang dikenal sebagai "atap dunia" dan "menara airnya Asia", mulai diberlakukan. Para pakar menuturkan bahwa UU itu sangat penting untuk melindungi ekologi di dataran tinggi tersebut, memastikan pembangunan yang berkelanjutan, serta mewujudkan keharmonisan antara manusia dan alam.

Kunga (36) tinggal di Prefektur Otonom Etnis Tibet Yushu, Qinghai, yang berada di ketinggian lebih dari 4.000 meter di atas permukaan laut. Usai tempat tinggalnya dimasukkan ke dalam cagar alam nasional pada 2016, dia menjadi konservator ekologis, mengendarai sepeda motor melintasi padang rumput yang luas dan pegunungan yang curam.

"Kami menggunakan kamera dan buku catatan untuk merekam perubahan kondisi satwa liar dan padang rumput di kampung halaman kami. Jika ada kasus, seperti satwa liar yang cedera, kami akan menghubungi aparat penegak hukum setempat," urainya.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ekosistem di dataran tinggi itu telah membaik secara keseluruhan dalam 15 tahun terakhir.

"UU tersebut membuat kami dapat menetapkan dan meningkatkan perlindungan gletser dan ibun abadi di dataran tinggi ini, serta memperkuat pemantauan dan peringatan dini perihal gletser dan ibun abadi di pegunungan yang dilapisi salju," tutur Shen Yongping, seorang peneliti di Northwest Institute of Eco-Environment and Resources yang dinaungi Akademi Ilmu Pengetahuan China (Chinese Academy of Sciences/CAS).

Shen dan peneliti lainnya bekerja sama untuk memperkuat penelitian terkait "menara air Asia" tersebut dan latar belakang ekologis dari es dan salju di dataran tinggi itu. Mereka juga aktif memberikan referensi tentang keputusan pemerintah yang relevan.

"Aturan hukum menjadi kekuatan penting bagi perlindungan ekologis di Dataran Tinggi Qinghai-Xizang, yang kondusif untuk meningkatkan level pencegahan risiko ekologis, dan pada akhirnya mewujudkan keharmonisan antara manusia dan alam," tutur Zhao Xinquan, direktur laboratorium utama negara di bidang ekologi serta pertanian dan peternakan dataran tinggi di daerah Sanjiangyuan, yang merupakan kawasan hulu sungai Yangtze, Kuning, dan Lancang. 


 

Penerjemah: Xinhua
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024