Bukan saja pengawasan terhadap pelajar, tetapi juga pengawasan terhadap pengajar hingga pengawas asrama itu sendiri
Padang (ANTARA) - Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi meminta semua pihak untuk mewaspadai potensi perilaku menyimpang yang mungkin terjadi di sekolah berasrama dan pondok pesantren.

"Kita semua harus mewaspadai potensi terjadinya perilaku menyimpang di sekolah asrama dan pondok pesantren seiring meningkatnya keinginan masyarakat Sumbar untuk menyekolahkan anak di sana," katanya.

Ia mengatakan itu saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Kebijakan Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang mengusung tema Optimalisasi Peran OPD, Mitra, dan Stakeholder dalam Pencegahan dan Penanggulangan Penyimpangan Perilaku di Boarding School dan Pondok Pesantren di di Bukittinggi.

Ia mengatakan saat ini semangat beragama semakin meningkat dalam kehidupan masyarakat Sumbar. Hal ini diperkuat oleh keberadaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Sumatera Barat, yang menegaskan bahwa salah satu karakteristik warga Sumbar adalah menganut falsafah Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).

Situasi tersebut, sambungnya, membuat gairah menyekolahkan anak ke sekolah berasrama dan pondok pesantren semakin tinggi. Pemprov sendiri dalam hal ini menyatakan dukungan penuh atas pengembangan kualitas dan kuantitas sekolah berasrama dan ponpes di Sumbar.

"Kita tahu bahwa sekolah berasrama dan ponpes itu banyak kelebihannya. Sebab, waktu anak-anak dimaksimalkan untuk belajar dan pembentukan karakter. Mendapatkan pembinaan sepanjang hari dan lebih mudah diawasi. Secara kualitas, lulusannya sudah banyak yang menjadi tokoh," katanya.

Baca juga: MUI yakini aturan nagari bisa cegah LGBT dan perilaku menyimpang
Baca juga: MUI Bogor dorong pengawasan maksimal ponpes dari perilaku menyimpang


Namun Gubernur mengingatkan, sekolah berasrama dan pondok pesantren tidak terlepas dari potensi terjadinya perilaku menyimpang oleh pelajar, mulai dari perilaku penyalahgunaan narkoba, tawuran, pergaulan bebas, hingga LGBT sekalipun tetap berpotensi terjadi di sekolah berasrama dan pondok pesantren.

"Semakin kita fokus meningkatkan kualitas sekolah berasrama dan pondok pesantren, maka akan selalu ada pihak yang akan terus meruntuhkannya. Mereka menyusup dan mempengaruhi pelajar kita untuk melakukan perilaku menyimpang. Ini fakta, dan ini adalah pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan," ujar Mahyeldi.

Oleh karena itu, Mahyeldi menilai sangat penting untuk menyamakan persepsi, menegaskan komitmen, serta memperkuat sinergitas dan kolaborasi antarpihak sekolah, orang tua, OPD dan lembaga terkait, tokoh masyarakat, dan unsur pemangku kepentingan lain, untuk membentengi sekolah berasrama dan pondok pesantren dari potensi tindakan perilaku menyimpang.

"Bukan saja pengawasan terhadap pelajar, tetapi juga pengawasan terhadap pengajar hingga pengawas asrama itu sendiri. Ini semua perlu kita perkuat. Agar jangan sampai ditemukan lagi kasus-kasus penyimpangan perilaku di lingkungan sekolah berasrama dan pondok pesantren di Sumbar," katanya.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Sumbar Mahyudin, Kepala Biro Kesra Setdaprov Sumbar Al Amin, Kepala Biro Umum Setdaprov Sumbar Edi Dharma, Kepala Biro Adpim Setdaprov Sumbar Mursalim dan Kepala Dinas Pendidikan Sumbar Barlius.

Baca juga: MUI Surabaya diharapkan ikut cegah perilaku anak menyimpang
Baca juga: Sosiolog: Media sosial berpengaruh pada penyimpangan seksual di Ambon
Baca juga: Sudin: Anak berperilaku menyimpang adalah korban

Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024