Jakarta (ANTARA) - Kewaspadaan terhadap Mpox atau sebelumnya dikenal sebagai monkeypox atau cacar monyet terus disuarakan Pemerintah termasuk di Provinsi DKI Jakarta, baik kepada tenaga kesehatan maupun masyarakat. Ini dilakukan guna mencegah masyarakat sampai sakit dan menularkan kepada orang lain.

Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta dr. Budi Setiawan, M.Epid mengatakan dari sisi tenaga kesehatan, mereka baik di puskesmas, rumah sakit umum daerah (RSUD), maupun di rumah sakit swasta atau klinik telah mendapatkan pengayaan dan sosialisasi agar lebih waspada terhadap kunjungan orang yang mengeluhkan gejala seperti Mpox.

Fasilitas kesehatan pun disiapkan termasuk laboratorium untuk membantu pemeriksaan dan keperluan diagnosis setiap hari serta ruang isolasi bagi pasien terkonfirmasi positif.

Ini menjadi bagian upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menanggulangi penyakit menular dari manusia ke manusia yang memiliki tendensi menjadi kejadian luar biasa (KLB).

Tak hanya itu, Pemprov DKI juga memantau tren suspek dan kasus harian. Sistem cegah tangkal terhadap Mpox meliputi promosi kesehatan terkait pencegahan dan penularan Mpox, pelaporan penemuan kasus melalui rumah sakit dan puskesmas pun terus dijalankan.

Kasus suspek Mpok lebih dari 40 di DKI Jakarta. Namun, untuk kasus terkonfirmasi positif, Jakarta Timur mengonfirmasi tiga kasus pada Senin (2/9). Penemuan kasus ini menambah catatan laporan Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang sebelumnya melaporkan terdapat sebanyak 59 kasus terkonfirmasi Mpox sejak 13 Oktober 2023 hingga 19 Agustus 2024.

Bukan hanya Pemprov yang meningkatkan kewaspadaan dini. Masyarakat juga diminta melakukan hal serupa. Warga diingatkan bila mengalami keluhan atau menemui rekan bergejala dicurigai Mpox seperti demam, flu, apalagi disertai ruam atau bintik agar segera berkonsultasi ke tenaga kesehatan. Ini tak berarti membuat warga menjadi takut namun bagian dari meningkatkan kewaspadaan.


Bukan untuk ditakuti

Seperti yang ditekankan Budi, Mpox tidak perlu ditakuti namun perlu diwaspadai. Selain soal gejala, waspada terhadap Mpox yakni mengenali penularannya yakni melalui intensitas kontak yang tinggi.

Dulu, Mpox sangat erat dengan penularan melalui hubungan yang erat atau kontak dari orang yang terjangkit ke orang yang sehat. Selain dari kontak, Mpox juga ditularkan melalui droplet atau cairan pernapasan, lesi mulai dari bisul sampai koreng yang menempel di lingkungan sekitar.

Namun perlu diingat, kontak harus benar-benar erat, butuh waktu dan intensitas tinggi. Jadi, orang yang sekadar bersenggolan di lorong dengan orang yang dicurigai Mpox tak secepat itu tertular.

"Kalau mengobrol pun harus dekat sekali, berciuman atau berpelukan dalam jangka waktu lama tapi harus ada pintu masuknya. Entah dari saluran napas ataupun kita lagi ada luka atau lecet lalu menempel pada orang yang terdiagnosis Mpox itu baru bisa tertular," jelas Budi.

Berbicara tentang penyakit apalagi menular, tak lengkap tanpa membahas gejala. Ini senada dengan perkataan Budi, bahwa tak kenal maka tak menang. Artinya masyarakat harus mengenali gejala awal dulu.

Gejala pertama Mpox yakni seperti flu-flu biasa, dimulai dari demam, sakit kepala dan otot-otot, lemas, hingga muncul gejala pada saluran napas dan tenggorokan, misalnya, gatal dan batuk.

Berikutnya, stadium lanjutan yang terjadi setelah beberapa hari, biasanya satu hingga empat hari. Di sini, hal yang perlu diwaspadai yakni mulai ada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Ini cenderung sulit dilihat melalui pemeriksaan mandiri sehingga membutuhkan bantuan tenaga medis.

Ada gejala khas setelah flu yaitu munculnya bintik-bintik pada kulit. Biasanya muncul di saluran mulut terlebih dulu, lalu wajah, tangan, tungkai, kaki bahkan sampai seluruh tubuh. Gambaran bintik ini seperti bekas gigitan nyamuk sampai keropeng atau koreng.

"Itu biasanya lesinya cukup luas. Jadi, 0,3 sampai 1,5 sentimeter. Jumlahnya bisa sampai ratusan di kulit," kata Budi.

Stadium infeksius Mpox terjadi sejak flu sampai lesi di kulit kering biasanya 21 hari setelah gejala awal. Jadi, sejak flu, sampai lesi bahkan belum kering masih bisa menularkan.

Semua orang berisiko mengalami Mpox, namun ada populasi yang lebih rentan yakni mereka dengan imunodefisiensi atau daya tahan tubuh lemah misalnya orang dengan HIV, anak-anak terutama dengan komorbida (penyakit penyerta) seperti kanker darah.

Pada mereka dengan daya tahan tubuh yang baik, biasanya hanya muncul gejala seperti flu lalu ruam dan hilang sendiri dalam waktu maksimal 3 minggu.

Akan tetapi, bagi orang dengan kekurangan daya tahan tubuh, biasanya gejala lebih berat, berkepanjangan, bahkan ditemukan menimbulkan kematian. Kematian ini sebenarnya bukan karena Mpox, namun infeksi lain yang menumpang atau infeksi sekunder.

Wanita hamil yang terdiagnosis Mpox juga bisa menularkan pada janin yang dikandungnya.


Perlindungan

Ada dua hal terkait penyebaran Mpox yakni orang tidak boleh menularkan dan tertular. Dari kacamata orang yang terdiagnosis Mpox, mereka harus benar-benar melakukan isolasi mandiri di rumah seperti COVID-19.

Namun, apabila kondisinya kurang baik atau memerlukan perawatan khusus maka bisa melakukan isolasi di fasilitas pelayanan kesehatan. Khusus di Jakarta, di seluruh rumah sakit bisa menjadi pilihan lokasi perawatan selama punya ruangan isolasi.

Selanjutnya, upaya perlindungan spesifik agar tak tertular. Tidak hanya Mpox tetapi juga segala penyakit yang penularannya melalui sentuhan atau droplet, penggunaan masker menjadi penting. Ini guna mencegah kuman masuk melalui saluran napas secara maksimal.

Kemudian, vaksinasi Mpox. Vaksin sampai sekarang masih difokuskan populasi khusus seperti orang dengan bukti kontak erat dengan pasien Mpox.

Di Jakarta, program vaksinasi Mpox 2023 telah menjangkau 495 orang dari populasi kunci atau kelompok risiko tinggi. Tetapi untuk saat ini,vaksin belum disarankan sebagai respons terhadap informasi adanya peningkatan kasus Mpox secara global.

Selanjutnya, supaya tidak tertular, maka perlu benar-benar memperhatikan diri sendiri, keluarga dan teman yang sering berkumpul setiap hari. Apabila flu, tiba-tiba mengalami bintik sebaiknya saling mengingatkan untuk melakukan deteksi dini dengan datang ke fasilitas kesehatan.

Lalu, bila sadar sedang sakit maka harus membatasi diri untuk tidak datang ke kerumunan, berkontak dengan orang sampai dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan.

Hal lain yang tak kalah penting yakni memberitahukan populasi berisiko seperti pasien HIV atau perilaku seksual tidak sehat agar menjaga kesehatan termasuk kesehatan seksual.

Di sisi lain, Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi Profesor Tjandra Yoga Aditama mengingatkan pentingnya pengetatan di pintu masuk negara. Ini harus diimbangi dengan penguatan sistem kesehatan dalam negeri karena karantina tidak akan dapat menjamin sepenuhnya ada tidaknya kasus yang masuk, apalagi kalau pendatangnya belum ada gejala.

Saran ini direspons Pemerintah Indonesia dengan melakukan pemeriksaan di bandara dan pelabuhan internasional, apalagi Badan Kesehatan Dunia (WHO) kembali menetapkan Mpox sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

Pemerintah memasang pemindai suhu tubuh (thermal scanner) di bandara dan pelabuhan internasional serta penambahan pengawasan secara visual oleh petugas.

Selain itu, pengelola utama Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Angkasa Pura II (Persero) mensyaratkan pelaku perjalanan luar negeri untuk mengisi dan memiliki aplikasi SatuSehat sebagai upaya mendeteksi virus MPox.

Lalu, karena Mpox menjadi masalah dunia maka Indonesia disarankan terus berkoordinasi dengan WHO dan bahkan membentuk Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) ASEAN agar dapat berkoordinasi lebih baik di kawasan Asia Tenggara.

Pemerintah, khususnya DKI Jakarta, bersiaga terhadap Mpox dengan melakukan tindakan pencegahan hingga memberikan respons cepat terhadap temuan kasus.

Di sisi lain, masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan dini demi mencegah penyakit ini merebak makin luas.

Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024