Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan (ORHL) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) I Putu Gede P Damayanto mengungkapkan hambatan dan tantangan dalam mempelajari studi taksonomi bambu di Indonesia.

Melalui keterangan di Jakarta, Selasa, Gede mengungkapkan tantangan pertama yakni kurangnya jumlah ahli taksonomi bambu, karena tidak banyak yang benar-benar mau mendalami penelitian tentang bambu.

"Walaupun ada misalnya dari mahasiswa yang melakukan skripsi dia hanya melakukan untuk tugas akhirnya saja setelah itu tidak melakukannya lagi," katanya.

Di samping itu, ia menyebut terdapat anggapan bahwa bambu sulit untuk diidentifikasi.

Ia menilai anggapan tersebut lahir karena jarang ada orang yang ingin mempelajari ilmu taksonomi bambu, sehingga ilmu pengetahuan soal bambu di lokasi belum banyak tereksplorasi.

Selanjutnya, kata dia, kurang lengkapnya koleksi herbarium, yang umumnya hanya tersedia koleksi daun bambu.

"Hal ini salah satu jadi kendala ketika koleksinya dilakukan oleh bukan ahli taksonomi, karena bambu itu jarang berbunga. Jadi untuk identifikasi, menggunakan karakter vegetatif seperti dari rebung, percabangan, pelepah buluh, dan pelepah daun. Jika koleksi spesimen hanya tersedia daun saja, maka akan menyulitkan proses identifikasi," katanya.

Baca juga: Jejak Bumi Indonesia OKU Sumsel tanam bibit pohon bambu di DAS Ogan

Berbagai tantangan lainnya, ujar Gede, adanya kerusakan habitat sehingga mengancam eksistensi bambu terutama bambu liar di hutan, adanya kepercayaan mistis yang dapat menghambat proses koleksi dan identifikasi bambu, hingga adanya beberapa jenis bambu yang jarang berbunga.

"Hal inilah sering menghambat pengusulan taksa baru atau identifikasi jenisnya. Padahal, kita tahu kalau yang kita temukan ini adalah jenis baru, tapi karena tidak ada bunganya, maka menyebabkan tidak bisa diterbitkan sebagai jenis baru, karena tidak semua marga bambu itu bisa diterbitkan sebagai jenis baru tanpa adanya bunga," ujarnya.

Oleh karenanya, Gede berharap, generasi muda memiliki keinginan dalam mempelajari ilmu taksonomi bambu, karena Indonesia saat ini menjadi rumah bagi sekitar 175 jenis dan 24 marga bambu dari sekitar 1.439 jenis bambu di dunia, di mana sekitar 50 persen dari jenis bambu yang tumbuh subur di Indonesia digolongkan sebagai tumbuhan endemik.

Ia menjelaskan saat ini terdapat empat marga bambu dengan persebaran terluas yang hampir ada diseluruh wilayah Indonesia, yaitu Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, dan Schizostachyum.

Namun demikian, ujar dia, terdapat pula beberapa marga yang memiliki persebaran yang cukup menarik seperti Chloothamnus, karena hanya ada di Pulau Jawa, Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil hingga Papua, juga marga Dinochloa yang memiliki persebaran yang unik di Indonesia, membentang dari Sumatra di bagian barat hingga Sulawesi dan Kepulauan Sunda Kecil di bagian timur, serta belum pernah dilaporkan ditemukan di Maluku hingga Papua.

"Data ini menyoroti pentingnya Indonesia sebagai pusat keanekaragaman bambu. Ini bukan hanya tentang angka, (tetapi) setiap spesies mewakili sumber daya genetik yang unik dengan potensi manfaat bagi ekologi dan penggunaan manusia," tutur I Putu Gede P Damayanto.

Baca juga: Praktisi sebut bambu bisa untuk bangun istana presiden
Baca juga: KEHATI galang dukungan untuk lestarikan 162 jenis bambu di Indonesia
Baca juga: Menteri LHK ajak masyarakat galakkan penanaman bambu

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024