Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 40 mahasiswa yang tergabung dalam "Jaringan Kota" untuk keempat kalinya menggelar unjukrasa di PN Jakarta Selatan, Senin siang, menuntut pembebasan rekan mereka Fakhrur "Paunk" Rahman dari jeratan pasal 134 KUHPidana tentang penghinaan terhadap Presiden. Tepat pukul 12.55 WIB, puluhan mahasiwa yang berasal dari sejumlah universitas, antara lain Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan Universitas Nasional, memenuhi gerbang masuk PN Jakarta Selatan dan menggelar "happening art" yang mengakibatkan lalu lintas di Jalan Ampera tersendat. Berbeda dari keadaan pada aksi-aksi sebelumnya, kali ini gerbang masuk PN Jaksel ditutup dan dijaga oleh sejumlah polisi. "Kawan kami menghadapi sidang bukan sebagai kriminal. Ini persidangan politik. Kami sedang berusaha untuk melakukan lobi agar diperbolehkan masuk," kata Koordinator Aksi, Borang. Menurut dia, puluhan mahasiswa yang turut serta dalam aksi itu tidak melakukan tindakan anarkis dan hanya ingin mengikuti persidangan atas terdakwa Paunk pada hari ini dijadwalkan pembacaan putusan sela perkara. Dalam aksi mereka, Jaringan Kota kembali menuntut pembebasan Fakhrur Rahman alias Paunk dari tuduhan penghinaan presiden saat menjadi orator dalam salah satu demo mahasiwa beberapa waktu lalu. Fakhrur Rahman yang biasa dipanggil dengan nama Marpaung atau Paunk itu adalah aktivis mahasiswa yang aktif menyuarakan tuntutan rakyat Indonesia dan tidak sepatutnya dijerat dengan pasal penghinaan Presiden sebagaimana diatur dalam pasal 134 KUHPidana. Menurut Borang, Paunk menjadi orator dalam aksi unjuk rasa di Universitas Nasional, Pasar Minggu, pada 21 Juni 2006 menuntut pengadilan Soeharto yang terhenti akibat diterbitkannya Surat Ketetapan Penghentian Perkara (SKP3) oleh Kejaksaan. Mahasiswa selaku penyambung lidah dan aspirasi rakyat, menurut Borang, memiliki hak untuk tawar menawar dengan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam penuntutan penyelesaian pengadilan mantan Presiden Soeharto. Mahasiswa itu menggelar aksinya dengan orasi, menyanyikan lagu-lagu mars perjuangan mahasiwa dan menggelar spanduk-spanduk yang diantaranya bertuliskan "Adili Soeharto dan hapuskan pasal karet 134 KUHP". (*)
Copyright © ANTARA 2006