Badung (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menyampaikan praktik baik yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri pada sumber daya mineral guna meningkatkan perekonomian pada Indonesia-Africa Forum (IAF) II di Nusa Dua, Bali.

"Sumber daya mineral harus dikembangkan untuk kemakmuran rakyat kami," kata Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto dalam Diskusi Panel sesi II Indonesia-Africa Forum (IAF) II, Senin (2/9).

Septian mengatakan bahwa saat ini Indonesia telah mulai mengembangkan industri bernilai tambah yang menurutnya bergantung pada sumber daya mineral.

Upaya untuk mengembangkan industri di bidang sumber daya mineral, kata dia, dilakukan salah satunya dengan melarang ekspor bahan mentah, sehingga komoditas tersebut perlu diolah di dalam negeri terlebih dahulu sebelum dapat diekspor ke pasar internasional.

Ia mencontohkan pelarangan ekspor bahan baku nikel yang dilakukan sejak 2014 sehingga menghasilkan peningkatan ekspor produk nikel menjadi sekitar 34 miliar dolar AS (sekitar Rp528,2 triliun) pada 2024, atau naik signifikan dari 2,9 miliar dolar AS (sekitar Rp45 triliun) pada 2014.

Melalui pengembangan di industri tersebut, Indonesia bisa mengembangkan wilayah timur Indonesia, yang menurut Septian sebelumnya kurang berkembang dibandingkan wilayah barat.

Pengembangan industri mineral juga mendorong masuknya banyak investasi langsung asing (FDI) ke wilayah timur.

Selain itu, pengembangan tersebut juga meningkatkan penciptaan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, sehingga menciptakan kemakmuran bagi masyarakat.

"Ya, saya rasa pengalaman ini adalah sesuatu yang dapat kita bagikan bersama dengan mitra Afrika kita," kata Septian.

"Dan pada akhirnya, jika kami hanya menggali dalam-dalam dan mengekspor tanpa mengolah mineral-mineral ini, menciptakan nilai tambah yang signifikan bagi negara ini, maka selamanya kami akan selalu menjadi negara pertambangan. Kami tidak bisa menjadi negara berkembang, menjadi negara industri," kata dia lebih lanjut.

Dengan mengambil tema "Bandung Spirit for Africa's Agenda 2063", Indonesia ingin menjadikan Bandung Spirit yang dihasilkan dari Konferensi Asia Afrika 1955 sebagai fondasi untuk melanjutkan pembangunan kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara Afrika di masa mendatang.

Beberapa kerja sama yang akan diprioritaskan dalam forum tersebut antara lain kerja sama dalam transformasi ekonomi, energi, pertambangan, ketahanan pangan, kesehatan, dan pembangunan.

Hasil konkret yang diharapkan dapat dicapai antara lain perjanjian antara pemerintah atau G-to-G, kesepakatan bisnis G-to-B maupun B-to-B, dan Grand Design pembangunan Indonesia dengan Afrika, termasuk dengan negara-negara ketiga melalui triangular cooperation, dengan target kesepakatan bisnis hingga 3,5 miliar dolar AS (sekitar Rp54,69 triliun).

Baca juga: IAF 2024 catat kesepakatan bisnis capai 3,5 miliar dolar AS
Baca juga: Menlu sebut negara-negara Afrika tertarik dengan industri kelapa sawit

Pewarta: Katriana
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2024