Pemerintah, terkhusus Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, jangan berorientasi untuk menambah jumlah paten sebanyak mungkin yang sarat kepentingan bisnis, karena terdapat kelompok pasien yang akan terdampak...
Jakarta (ANTARA) - Indonesia AIDS Coalition (IAC) menilai RUU Paten yang sedang dibahas di DPR dapat merugikan pasien dan publik, karena salah satu ketentuannya yang dinilai membuka ruang untuk memperpanjang monopoli yakni Pasal 4 huruf f.

Direktur Eksekutif IAC Aditya Wardhana mengatakan tadinya pasal itu digunakan untuk mencegah penggunaan kedua dari paten obat, juga paten atas senyawa yang sudah diketahui tanpa adanya peningkatan khasiat yang bermakna guna melindungi publik dari praktik perpanjangan paten yang kerap dilakukan perusahaan farmasi.

“Namun di dalam RUU baru ini justru hal tersebut diperbolehkan,” kata Aditya dalam pernyataan dari Indonesia for Global Justice (IGJ) di Jakarta, Senin.

Baca juga: KOM: RUU paten hambat akses ke obat dan tambah beban biaya kesehatan

Dia mencontohkan Sildenafil, yang selain untuk disfungsi ereksi juga dapat digunakan untuk pengobatan hipertensi paru. Dengan perubahan pada Pasal 4 huruf f, maka Sildenafil dapat menerima dua paten untuk dua jenis penyakit, meski obat yang digunakan sama. Hal ini, katanya, semakin membuka ruang untuk monopoli bagi segelintir perusahaan farmasi.

Lebih lanjut Aditya menyebutkan ketentuan Pasal 4 huruf f di UU Paten juga melindungi masyarakat dari paten berkualitas rendah, yang mana banyak paten yang didaftarkan tidak memenuhi syarat kebaruan. Yakni, tanpa peningkatan khasiat dan hanya merupakan modifikasi minor dari senyawa yang telah diketahui.

Peneliti Senior IGJ Lutfiyah Hanim juga mengungkapkan bahwa Pasal 4 huruf f ini juga dapat digunakan masyarakat untuk melakukan upaya banding paten apabila terdapat paten yang dinilai tidak layak untuk diberikan.

Baca juga: Menkumham: RUU Paten beri kepastian hukum pada penelitian-pengembangan

“Masyarakat sipil dapat mengajukan permohonan banding atas pemberian paten terhadap obat-obatan yang dinilai tidak memenuhi syarat, sebagaimana dengan yang tertulis pada Pasal 4 huruf f di UU Paten. Jika pasal ini diubah, maka akan ada semakin banyak paten obat-obatan berkualitas rendah yang akan merugikan masyarakat,” ucapnya. 

Koordinator Program Isu Kesehatan IGJ sekaligus anggota KOM Agung Prakoso mengatakan diduga pasal tersebut disusupkan untuk kepentingan monopoli perusahaan farmasi.

“Pemerintah, terkhusus Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, jangan berorientasi untuk menambah jumlah paten sebanyak mungkin yang sarat kepentingan bisnis, karena terdapat kelompok pasien yang akan terdampak oleh berbagai ketentuan di RUU Paten," katanya.

Baca juga: Menkumham: RUU Paten harapan bagi perlindungan kekayaan intelektual

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024