Batam (ANTARA) - Jarum jam menunjukkan pukul 13.00 WIB, ketika kapal feri dari Pelabuhan Telaga Punggur, Kota Batam, Kepulauan Riau, segera diberangkatkan menuju Pelabuhan Sri Bintan Pura.

Pelabuhan Sri Bintan Pura ini menghubungkan Kota Tanjung Pinang dengan pelabuhan-pelabuhan di sebelah utara (Pelabuhan Lobam dan Pelabuhan Bulang Linggi), dengan kepulauan di sebelah barat, seperti Pelabuhan Tanjung Balai (Pulau Karimun), Pelabuhan Telaga Punggur di Pulau Batam, serta kepulauan di sebelah selatan seperti Pulau Lingga dan Singkep. 

Perjalanan kapal  akhir pekan di penghujung Juli 2024 itu tak terisi penuh. Masih terdapat kursi kosong tanpa penumpang, tapi kapal berjalan tepat waktu, mengarungi lautan selama kurang lebih 45 menit perjalanan.

Cuaca cerah, sehingga para penumpang kapal bisa menikmati perjalanan dengan pemandangan langit biru, pepohonan hijau di pulau-pulau yang dilintasi, kapal nelayan, kapal penumpang dan kapal pengangkut barang berseliwiran tanpa kesemrawutan.

Deru mesin kapal, dan ombak yang terbelah oleh haluan kapal seperti suara nyanyian yang mengiringi selama perjalanan menuju Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau.  Selama perjalanan juga bisa beristirahat di tempat duduk. Tapi jika ingin menikmati tamparan angin laut, percikan ombak dapat ke buritan kapal, tempat terbuka di bagian belakang kapal yang menambah seru perjalanan selama 45 menit.

Bagi yang lupa sarapan,  dapat membeli di  kapal  karena di dalam kapal juga ada  pedagang menjajakan makanan seperti mie instan dalam kemasan dan kerupuk ikan khas wilayah perairan.

Jembatan I Dompak terlihat memanjang dari pelataran parkira Masjid An-Nur Pulau Dompak, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Sabtu (27/7/2024). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

Menjelajah

Setelah perjalanan kurang lebih 45 menit,  kapal merapat di Pelabuhan Sri Bintan Pura. Suasana akhir pekan di pelabuhan ini  cukup sibuk dan ramai penumpang, tapi tak ada suara klakson atau orang teriak-teriak, semua berjalan seirama.

Tak jauh dari pelabuhan terdapat alun-alun kota, dan ada tugu ikonik Gonggong, yakni hewan laut yang menjadi makanan khas masyarakat Melayu kepulauan.

Gonggong salah satu seafood yang paling dicari setiap pelancong ke Kepulauan Riau. Selain bisa menikmatinya di Tanjungpinang, di resto-resto laut di Batam juga menyuguhkan hidangan hewan inventebrata tersebut.

Untuk bisa menjelajah Kota Tanjungpinang dan Bintan, tidak perlu khawatir bagi yang jalan sendirian (solo traveler), tidak punya kenalan atau saudara di Pulau Penyengat ini, karena bisa bertanya ke mesin pencari Google” segala keperluan tersedia, termasuk jasa penyewaan mobil.

Tarif persewaan kendaraan bermotor di tempat ini terbilang ramah di kantong atau tidak jauh berbeda dengan daerah lain, seperti mobil untuk 24 jam dibanderol Rp200 ribu, belum BBM. Cukup isi Rp200 ribu sudah bisa jelajah Tanjungpinang dan Bintang selama 48 jam.

Tarif sewa sepeda motor juga relatif terjangkau yakni Rp100 ribu.  Traveler yang ingin membawa  kendaraan sendiri, juga bisa membawa motor atau mobil sampai ke Tanjungpinang dan Bintang, 

Para pengunjung atau wisatawan tidak usah bingung dalam pemenuhan makan, karena banyak restoran atau kedai kopi di Tanjungpinang meski  tak sebanyak di Kota Batam. Jenis hidangannya pun beragam, ada khusus makanan laut maupun makanan Nusantara.
 

Siluet matahari terbenam dilihat dari Jembatan I Dompak yang menghubungkan Kota Tanjungpinang dengan Pulau Dompak, Sabtu (27/7/2024). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

Bagi pengunjung yang akan bermalam di Kota berjuluk Kota Gurindam bisa mengakses lewat aplikasi di telepon seluler yang menyediakan layanan pemesanan hotel . Banyak rekomendasi penginapan yang tarifnya per hari  Rp300 ribu bisa diisi 3 orang.

Kota Gurindam juga menampakkan pesonanya waktu senja hari.  Di Tanjungpinang bisa menjelajahi Jembatan I Dompa yang menghubungkan Kota Tanjungpinang dengan Pulau Dompa yang menjadi kantor pusat pemerintahan Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau.

Jembatan sepanjang 1,5 kilometer itu dibangun oleh Pemerintah Provinsi Kepri pada 2007 dan selesai tahun 2015. Untuk membangun jembatan tersebut menelan anggaran mencapai ratusan miliar rupiah. 

Jembatan dengan arsitektur Melayu ini menyimpan pesona di sore hari. Langit keemasan kala matahari menjelang terbenam, masyarakat muda-mudi Tanjungpinang memanfaatkan Jembatan I Dompa untuk berolahraga. Selain udaranya masih bersih, angin laut yang meniupkan aroma alam tropis, serta lalu lintas yang tak begitu padat, sehingga pengunjung bisa berolahraga dengan nyaman.

Di ujung jembatan di Pulau Dompa terdapat Masjid Nur Ilahi, yang menurut warganet menyerupai Bosporus Turki. Dari perkarangan masjid, dapat melihat pemandangan Jembatan I Dompa yang membentang menghubungkan dua wilayah tersebut, Keindahan alam terbentang luas.

 

Pengunjung memadati sentra kuliner malam Akau Potong Lembu, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Sabtu (27/7/2024). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

Puas melihat matahari terbenam dari Jembatan I Dompa, malam pun kemudian merangkak turun. Selanjutnya, Tanjungpinang menawarkan sentra kuliner kaki lima yang ramai di malam hari, yakni Akau Potong Lembu.

Akau Potong Lembu merupakan pusat kuliner, jajanan dan tempat makan terbuka yang terletak di pusat Kota Tanjungpinang. Berada di area terbuka yang luas, seperti lapangan tenis. Dulu akau di Jalan Pos Tanungpinang, namun sejak 1990-an pindah ke lokasi baru di Jalan Potong Lembu, sehingga namanya berganti dengan Akau Potong Lembu.

Tahun 2023, Pemprov Kepri merevitalisasi Akau Potong Lembu menjadi lebih cantik, dan menambah beberapa fasilitas seperti toilet yang tadinya dua, kini menjadi empat, dan  toilet laki-laki dan perempuan terpisah.

Beragam jenis makanan dan minuman, dengan beragam penyajian dijual di Akau Potong Lembu yang hanya buka malam hari, mulai dari sate, nasi goreng, kebab dan lainnya. Minuman juga beragam dari kopi itam, teh tarik, aneka just, es, hingga es tebu juga ada. Harganya mulai dari Rp15 ribu.

Gubernur Kepri Ansar Ahmad menyebut penataan Akau Potong Lembu bertujuan untuk menjadikan lokasi tersebut sebagai salah satu destinasi wisata kuliner unggulan di Kota Tanjungpinang.

Ada satu kuliner khas Melayu yang dijajakan di tempat ini dan wajib dicoba, yakni Lendot. Makanan yang terbuat dari tepung sagu, yang diencerkan seperti lendir, dicampur dengan makanan laut, seperti sotong, udang, kerang laut, dan sayuran seperti kakung atau daun pakis. Menyeruput Lendot dengan rasa gurih namun sedikit pedas dapat menjadi pembuka makan, pembangkit selera.
 

Tugu Tanjak di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Minggu (28/7/2024). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

Bintan molek

Menjelajahi Tanjungpinang, rasanya kurang lengkap bila tidak mengunjungi Kabupaten Bintan, yang bisa ditempuh lewat jalur darat, tak lebih dari 1 jam berkendaraan.

Jalanan menuju Bintan tidak terlalu ramai,  tapi tetap harus mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Selain dikenal dengan resortnya yang mewah, juga pantainya yang tak kalah memesona.  

Destinasi wisata Gurun Pasir Telaga Biru Desa Busung menawarkan keindahannya Cukup membayar uang masuk Rp10.000 per orang, bisa melihat indahnya pasir berbentuk gurun dan terdapat telaga biru di tengahnya.

Objek wisata ini cukup instagramable.  Berada di lokasi ini seperti di Timur Tengah, gersang minim pohon, dan sinar matahari cukup terik sehingga pengunjung perlu mengantisipasi udara panas.

Pengelola juga menyediakan spot untuk berswafoto, penyewaan kendaraan  ATV dengan biaya Rp 150 ribu untuk domestik, dan Rp300 ribu untuk wisatawan asing dengan waktu 30 menit.

Selain gurun pasir telaga biru, Bintan dikenal dengan pantainya yang elok, yakni pantai Trikora dan Lagoi yang bisa diakses gratis oleh masyarakat. Hamparan pasir di Pantai Trikora berhias saung-saung yang disewakan masyarakat untuk pengunjung berwisata. Selain menikmati kuliner ala pantai, bisa menghabiskan waktu bermain pasir dan mengejar ombak.

Usai menjelajahi Tanjungpinang dan Bintang wisatawan dapat berburu  oleh-oleh khas daerah tersebut, otak-otak. Otak-otak olahan tepung yang dicampur ikan atau cumi dan udang yang dihaluskan, dimasak dengan cara dibakar menggunakan arang. Otak=otak ini dibungkus dengan daun kelapa.

Harga satuannya berkisar antara Rp1.500 hingga Rp2.500 per bungkus. Jika membeli Rp50 ribu, akan mendapat 35 buah otak-otak dengan berbagai rasa sesuai selera pembeli. Otak-otak hanya tahan 1 hari di suhu ruang. Sebaiknya segera untuk dihabiskan. Mencicipi kala panas jauh lebih nikmat.
 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024