Jakarta (ANTARA) - Kelas menengah memegang peranan penting dalam penguatan perekonomian suatu negara, termasuk di Indonesia. Mereka adalah kelompok masyarakat yang dianggap mampu dan memiliki pengeluaran konsumsi yang tinggi.

Karakteristik utama kelas menengah di Indonesia mencakup pola konsumsi beragam dengan pengeluaran terbesar dialokasikan untuk makanan, diikuti oleh perumahan, kendaraan, kesehatan, pendidikan, hingga hiburan.

Berdasarkan karakteristik pekerjaan, sebagian besar pekerja dari kelas menengah memiliki pekerjaan formal, dan lainnya menjalankan bisnis produktif atau menjadi wirausahawan.

Karena itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan bahwa menjaga ketahanan kelas menengah menjadi tantangan yang tidak bisa diabaikan.

Menurut kriteria dari Bank Dunia pada Tahun 2024, kategori penduduk yang termasuk kelas menengah di Indonesia memiliki pengeluaran berkisar antara Rp2.040.262 hingga Rp9.909.844 per kapita per bulan.

Rentang pengeluaran ini mencerminkan gaya hidup yang relatif stabil, dimana kelompok ini mampu memenuhi kebutuhan dasar hingga memiliki sisa pendapatan atau gaji untuk ditabung.

Kelompok ini juga umumnya sedang mencicil pembelian rumah atau kredit pemilikan rumah (KPR), kendaraan pribadi, serta peralatan elektronik.

Kepemilikan aset-aset ini tidak hanya menjadi penanda stabilitas finansial, tetapi juga mencerminkan kontribusi mereka dalam menggerakkan perekonomian, baik melalui pengeluaran konsumtif maupun pembayaran pajak.

Hanya saja, jika melihat nilai median atau nilai tengah dari urutan data pengeluaran yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai median kelas menengah berada di angka Rp2.846.440 per kapita per bulan. Artinya, median pengeluaran penduduk kelas menengah cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan.

Menurut data BPS, nilai median itu mengindikasikan kelompok kelas menengah sulit untuk melompat menuju kelas atas, dan rentan untuk jatuh ke kelompok menuju kelas menengah atau aspiring middle class.

Meski kelompok ini sering kali dianggap sebagai motor penggerak perekonomian nasional, namun di balik peran pentingnya itu kelompok ini juga menghadapi sejumlah tantangan yang menjadikan mereka rentan turun kelas.

Terkait subsidi membuat kelas menengah harus menanggung sendiri beban biaya hidup yang semakin meningkat. Misalnya, kenaikan harga pangan dan kebutuhan pokok lainnya, yang otomatis dapat menggerus daya beli kelompok kelas menengah itu.

Kini, kelompok kelas menengah di Indonesia sedang mengalami penurunan jumlah. Pemerintah terus mencermati itu agar Indonesia tetap berada di jalur pertumbuhan ekonomi, mengingat pola konsumsi kelompok itu yang cukup tinggi.

Melansir data BPS, pada tahun 2021 jumlah kelas menengah mencapai 53,83 juta orang, tetapi angka ini terus menurun menjadi 49,51 juta pada tahun 2022, menurun lagi menjadi 48,27 juta pada tahun 2023, dan 47,85 juta pada tahun 2024.

Sementara jumlah penduduk kelompok kelas atas relatif stabil, dimana pada 2021 sebanyak 1,07 juta orang dan pada 2024 juga sebanyak 1,07 juta orang. Artinya, kelas menengah yang hilang itu turun kelas, bukan naik kelas. Penurunan kelompok kelas menengah itu mengindikasikan adanya tekanan ekonomi.

Jika kondisi ini tidak ditangani dengan baik, penurunan kelas menengah ini dapat berdampak pada perekonomian Indonesia yang kurang resilien terhadap guncangan.


Peran pemerintah

Pemerintah perlu mengakui kerentanan yang dihadapi oleh kelas menengah dan mempertimbangkan kebijakan yang lebih inklusif untuk mendukung kelompok ini. Misalnya, program-program pelatihan keterampilan dan peningkatan daya saing tenaga kerja guna membantu menghadapi tantangan pasar kerja yang terus berkembang.

Selain itu, pemerintah juga dapat mempertimbangkan kebijakan perpajakan yang lebih ringan untuk kelompok penghasilan tertentu atau insentif bagi keluarga yang menanggung biaya pendidikan anak-anak.

Langkah-langkah ini dapat memberikan sedikit kelonggaran finansial bagi kelas menengah, yang pada akhirnya akan membantu mereka tetap stabil dan berkontribusi pada perekonomian.

BPS mencatat, porsi pengeluaran pajak atau iuran kelas menengah pada 2019 hanya sebesar 3,48 persen, namun pada 2024 naik menjadi 4,53 persen. Pada periode sama, porsi untuk pendidikan dari 3,64 persen menjadi 3,66 persen. Untuk barang dan jasa 6,04 persen menjadi 6,48 persen.

Kenaikan itu perlu menjadi perhatian pemerintah agar permintaan terhadap barang dan jasa di pasar domestik tetap tinggi. Tingginya permintaan ini akan menjadi motor penggerak bagi berbagai sektor industri, termasuk sektor manufaktur, jasa, dan perdagangan.


Dukungan pemerintah

Untuk memastikan kelas menengah kembali tumbuh dan memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional, pemerintah Indonesia sebenarnya telah meluncurkan berbagai program yang dirancang khusus untuk mendukung kelompok ini.

Sebagai bentuk dukungan bagi kelas menengah, Kemenko Perekonomian menegaskan bahwa pemerintah telah meluncurkan berbagai kebijakan, yang di antaranya berupa program perlindungan sosial, Kartu Prakerja, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Kredit Usaha Rakyat (KUR), hingga subsidi dan kompensasi energi.

Langkah strategis yang diambil ini, selain untuk menjaga daya beli kelas menengah, juga untuk mencegah penurunan kelas menengah ke kelompok rentan serta memastikan pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Pemerintah juga memutuskan memberikan kembali insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 100 persen untuk September 2024 sampai Desember 2024.

Insentif tetap diberikan paling banyak atas bagian DPP sampai dengan Rp2 miliar dari harga jual rumah paling tinggi Rp5 miliar.

Selain itu, dukungan pemerintah pada sektor perumahan juga tetap diberikan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui penambahan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun 2024 dari 166 ribu unit menjadi 200 ribu unit.

Kementerian Keuangan juga menyampaikan bahwa pemerintah telah memberikan kebijakan pembebasan PPN pada sejumlah kelompok pengeluaran, seperti kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan dan transportasi. Insentif ini dinikmati pada kelompok kelas menengah hingga atas.

Di sisi lain, pemerintah juga terus fokus pada pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan, dan infrastruktur digital untuk meningkatkan konektivitas dan mobilitas guna mempermudah aktivitas masyarakat, termasuk kelas menengah.

Hanya saja, pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan yang dibuat tidak hanya berfokus pada kelompok yang sangat miskin, tetapi juga mencakup kelas menengah yang sering kali terabaikan.

Dengan berbagai dukungan dan program yang tepat, kelas menengah dapat terus menjadi kekuatan pendorong bagi perekonomian yang lebih stabil dan berkelanjutan.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024