Jakarta (ANTARA) - Direktur Regenic Stem Cell, dr. Sandy Qlintang, M.Biomed, mengingatkan masyarakat perlu berhati-hati dengan maraknya peredaran produk stem cell (sel punca) dari luar negeri sebab belum teruji kualitas dan keamanannya dibandingkan produksi dalam negeri.

Sandy dalam siaran pers di Jakarta, Minggu, mengatakan sel punca yang aman dan berkualitas diproduksi oleh industri obat atau industri sejenis, karena merupakan bagian dari produk obat biologi.

Industri tersebut harus memiliki sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kedua hal ini penting untuk memastikan keamanan dan keefektifan atau perbaikan yang diharapkan dalam terapi sel punca.

Baca juga: Upaya pengembangan terapi sel punca untuk pengobatan masa depan

Di pasaran saat ini, kata Sandy, beredar sel punca yang berasal dari luar negeri, diduga dari Jepang, yang berwarna merah dan belum teruji kualitas dan keamanannya. Produk yang belum tersertifikasi bisa saja berbahaya dan bahkan menimbulkan alergi.

Sandy menegaskan terapi sel punca adalah terapi yang diberikan dengan sel hidup, seharusnya diberikan melalui infus ke dalam tubuh supaya sel itu tetap hidup dan bisa bekerja. Sedangkan produk yang diklaim sel punca tetapi masuk ke dalam tubuh dengan cara diminum, baik berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk, dapat dipastikan bukan sel punca.

Untuk mengantisipasi peredaran produk kesehatan, 
pemerintah sudah mengeluarkan berbagai regulasi, salah satunya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.

Dengan aturan itu, kata Sandy, pemerintah berharap produk sel punca dalam negeri menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Selain lebih murah, juga lebih terjamin kualitas dan keamanannya. 

Baca juga: Cegah penuaan dini, peneliti Unair kembangkan terapi stem cell

Dengan adanya fasilitas produksi sel punca di dalam negeri, diharapkan Indonesia menjadi tujuan wisata medis. Selain hemat biaya, Indonesia bisa mendapatkan devisa atau pemasukan dari wisatawan luar negeri yang melakukan terapi.

“Apalagi dalam regulasi, negara lain tidak boleh menjual produk stem cell-nya langsung ke konsumen di Indonesia, tetapi harus melakukan investasi dengan membangun fasilitas produksi stem cell di dalam negeri,” Sandy menjelaskan.
​​​​​
CEO Etnaprana Wellness Klinik Agnes Lourda Hutagalung dalam siaran pers yang sama menambahkan bahwa dalam memilih produk kesehatan dan klinik kesehatan perlu berhati-hati dengan melihat rekam jejak dan siapa yang terlibat di dalamnya.

Agnes menyarankan konsumen jangan hanya mementingkan harga yang murah, namun, mereka juga perlu mengetahui proses dan siapa yang memproduksi.

Baca juga: BRIN dorong riset sel punca guna kembangkan teknologi kesehatan RI

Baca juga: Dokter paparkan metode penyembuhan kanker darah dengan stem cell

Baca juga: Terapi sel punca bisa kurangi nyeri tulang belakang hampir 100 persen

Pewarta: Subagyo
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024