Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mendiskusikan berbagai isu strategis yang menjadi tantangan perekonomian Indonesia ke depan dengan para pengusaha dan diaspora Indonesia di Vancouver, Kanada.

Berbagai isu strategis yang dibahas mencakup bonus demografi dan upaya keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap), transisi energi dan energi terbarukan yang ramah lingkungan, ekonomi digital dan Digital Economy Framework Agreement (DEFA), hilirisasi industri hingga kelas menengah.

“Di bidang Ekonomi Digital, Indonesia menjadi pemain utama startup di ASEAN dan menduduki ranking ke-6 dunia, dengan startup inovatif terbanyak atau ranking ke-1 di ASEAN,” kata Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

Pertemuan tersebut diselenggarakan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Vancouver bekerja sama dengan jajaran Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) di Vancouver.

Pertemuan dihadiri oleh banyak perusahaan dan asosiasi usaha di Vancouver yang dimiliki dan dijalankan oleh pengusaha/diaspora Indonesia, juga dihadiri beberapa Pimpinan Canada-Indonesia Chamber of Commerce (Chapter Pantai Barat Kanada), dan dihadiri oleh Pengurus PERMIKA (Persatuan Mahasiswa Indonesia di Kanada), serta para mahasiswa Indonesia yang berada di Vancouver.

Dalam lawatannya, Airlangga juga menjelaskan mengenai Peta Kerja Sama Ekonomi Internasional Indonesia, mulai dari kerja sama multilateral G20, regional ASEAN, Kerja Sama APEC, Perundingan IEU CEPA, serta skema Kerjasama Kawasan di Asia Pasifik yaitu RCEP, CP-TPP dan IPEF (Indo Pacific Economic Framework) yang tengah menjadi fokus bersama.

Kemudian juga dijelaskan mengenai perkembangan proses aksesi Indonesia untuk menjadi negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Untuk mendorong percepatan aksesi tersebut, ia menerangkan telah dibentuk tim nasional yang bersama semua kementerian/lembaga melakukan penilaian (self-assessment) serta menyampaikan Initial Memorandum yang menggambarkan kesesuaian standar Indonesia dibandingkan OECD.

“Indonesia telah menyatakan keinginan untuk bergabung ke CP-TPP, dan mengambil pengalaman dari Inggris yang baru saja bergabung ke CP-TPP,” ujarnya.

Sementara dari pihak diaspora Indonesia, Luthfi Doffier dan Matthew Riyanto dari Canada-Indonesia Chamber of Commerce menyampaikan dukungan dan menanyakan apa yang diperlukan Pemerintah RI dari para Diaspora, agar membuat Kanada lebih menarik dan kerjasama lebih meningkat.

Monica Khoe dari Indigo Prima menyampaikan bahwa beberapa produk agro Indonesia yang kelebihan pasokan (over-supply) sehingga harga turun dan pentingnya logistik yang efisien untuk menekan biaya logistik.

Dalam rangkaian kunjungan di Vancouver, Kanada ini, Airlangga dijadwalkan juga akan berbicara di depan acara Business Forum yang akan diselenggarakan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) di Vancouver pada tanggal 3 September 2024.

Pertemuan itu sekaligus ditujukan guna berdialog langsung dengan para pengusaha dan investor potensial yang diharapkan bisa terdorong untuk segera berinvestasi dan melakukan kegiatan usahanya di Indonesia.

Adapun pada akhir Agustus ini, Airlangga melakukan kunjungan kerja selama beberapa hari ke Vancouver, Kanada, yang dimaksudkan untuk menjajaki peningkatan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi antara Indonesia dengan Kanada, khususnya dengan wilayah Provinsi British Columbia.

Baca juga: Airlangga: Kelas menengah berperan sebagai motor penggerak ekonomi
Baca juga: Kanada akan kurangi pekerja asing sementara bergaji rendah

Baca juga: Kanada akan kenakan tarif 100 persen pada kendaraan elektrik China
 

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024