Kunjungan yang berlangsung dari 27 hingga 29 Agustus ini bertujuan untuk menggali praktik terbaik dalam regenerasi petani dan rantai nilai yang bertanggung jawab.
Tim bertemu dengan berbagai instansi pemerintah dan institusi kunci untuk memperdalam pemahaman tentang kebijakan pertanian dan memperkuat kerja sama yang telah terjalin antara Indonesia dan Vietnam.
Pertemuan dengan sejumlah stakeholder di negara itu menjadi upaya tersendiri untuk memahami kebijakan pertanian dan pemenuhan pangan bagi warga di Vietnam.
Sejumlah elemen kunci dari ketahanan pangan dan majunya industri pertanian Vietnam adalah konsistensi implementasi peraturan dan adaptasi atas dinamika/permintaan pasar. Untuk itu, berbagai stakeholder pertanian Vietnam terus melakukan upaya transformasi dan peningkatan kualitas.
Salah satu pertemuan dilaksanakan dengan Institute of Policy and Strategy for Agriculture and Rural Development (IPSARD), lembaga riset kebijakan dan strategi di bawah MARD Vietnam.
Direktur institut menjelaskan fokus utama Vietnam yakni pada upaya menjaga konsumsi energi makan minimum sebesar 1800 kcal per orang per hari, serta menghadapi tantangan besar seperti perubahan iklim, standar pasar, dan keamanan pangan.
Di tengah tantangan ini, Vietnam juga berfokus pada pengembangan teknologi dan diversifikasi pangan untuk memastikan ketahanan dan keberlanjutan sektor pertanian.
Mereka juga memaparkan metodologi dan data yang digunakan oleh Kementerian Pertanian dan Pengembangan Desa Vietnam dalam pembangunan pertanian, termasuk struktur kebijakan dan situasi ketahanan pangan terkini di Vietnam.
IPSARD melakukan analisis untuk menghubungkan kebijakan pengembangan lahan pertanian Vietnam dengan kebutuhan konsumsi dan gizi nasional.
Kebijakan pengembangan industri pertanian Vietnam juga dikaitkan dengan kebijakan perdagangan (ekspor-impor), yang memanfaatkan mekanisme pasar bagi keuntungan untuk negara dan masyarakat (petani).
Industri pertanian didukung mekanisme produksi dan supply chain, penggunaan lahan, hingga investasi irigasi yang bekerja sama dengan pihak swasta.
Menghadapi tantangan sektor pertanian ke depan, Pemerintah Vietnam juga mempersiapkan langkah antisipatif antara lain untuk menghadapi isu perubahan iklim, standar pasar yang terus berkembang, serta keamanan dan kualitas produk pangan, antara lain melalui research and development varietas produk unggul yang sesuai iklim Vietnam, pengembangan SDM (pelatihan, penggunaan alat pertanian berteknologi) dan akses masuk global supply chain.
Dukungan finansial
Seiring dengan itu, dukungan finansial juga diperkuat oleh Pemerintah Vietnam untuk meningkatkan kapasitas petani.
Agribank di negara itu memberikan dukungan finansial bagi petani melalui infrastruktur perbankan, seperti kredit/pinjaman, jasa layanan (termasuk user apps dan sistem cyber/IT perbankan), dan skema corporate social responsibility (CSR).
Sejalan dengan kebijakan nasional untuk mendorong pembangunan dan pengentasan kemiskinan, perbankan Vietnam dapat memberikan insentif khusus bagi petani miskin, atau di wilayah terpencil dan pegunungan, berupa kredit bunga rendah atau pinjaman tanpa agunan.
Selain manfaat bagi konsumen (petani) dan pembangunan nasional, Agribank menilai tingkat kredit kepada petani Vietnam, yang mencapai 65 persen dari total kredit, cukup sukses dan berkontribusi positif bagi kredibilitas dan profitabilitas bank. Salah satu bukti adalah peningkatan credit rating Agribank dari BB menjadi BB+ (Fitch Ratings, 2023).
Agribank juga menyampaikan harapan dapat menjalin kerja sama yang lebih konkret dengan perbankan Indonesia terkait pembiayaan pertanian, khususnya sektor-sektor potensial seperti pertanian padi/beras, perikanan, dan riset-teknologi.
Kolaborasi akademik
Ada sebuah fokus yang menarik di Vietnam University of Agriculture (VNUA) yang secara khusus mengembangkan pusat keunggulan dalam inovasi pertanian.
Vice President VNUA menekankan pada perkembangan dan nilai tambah hasil riset VNUA terutama dalam hal teknologi pangan.
Sebagai lembaga pendidikan tinggi yang fokus pada inovasi sektor pertanian, VNUA antara lain mengembangkan program untuk penciptaan SDM berkualitas tinggi, melakukan penelitian dan pengembangan, serta menyebarkan teknologi dan pengetahuan baru di bidang pertanian dan pembangunan pedesaan.
Sejumlah riset yang dikembangkan VNUA antara lain pengembangan varietas padi sesuai kebutuhan Vietnam (misalnya climate resistance, short growth, dan varietas padi pesisir), atau padi berkualitas tinggi sesuai permintaan pasar.
VNUA memiliki kerja sama riset dengan banyak universitas dan lembaga riset dunia, termasuk dengan beberapa universitas di Indonesia, seperti IPB, UGM, dan UNPAD, terutama dalam pengembangan varietas padi dan kualitas tanah.
Untuk menghadapi adanya penurunan minat generasi muda Vietnam menjadi petani, VNUA mengembangkan sejumlah bidang studi atau riset tematik, seperti agro-tourism, modern/high-tech agriculture, atau low-carbon farming, untuk menarik minat kalangan muda.
VNUA juga menilai program seperti land consolidation (untuk akses lahan yang lebih luas) dan inkubator/pelatihan, dapat menumbuhkan relevansi sektor pertanian bagi generasi muda.
VNUA memiliki visi untuk menjadi pusat inovasi dan pengembangan pedesaan yang terdepan. Maka ke depan kerja sama riset dengan perguruan tinggi di Indonesia, terutama dalam pengembangan varietas padi dan kualitas tanah, akan menjadi peluang tersendiri.
Hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi akademik untuk kemajuan sektor pertanian.
Selain itu, upaya ini pun membuka jalan bagi penelitian dan inovasi yang dapat memajukan pertanian di kedua negara.
Sejalan dengan itu, reformasi Undang-Undang Pengelolaan Lahan juga menjadi perhatian yang lain dari Vietnam.
Direktorat Land Management MONRE menjelaskan kebijakan pengelolaan lahan Vietnam, khususnya terkait lahan pertanian.
Revisi baru Land Law Vietnam, yang efektif per Agustus 2024, turut mencakup penghapusan kerangka harga tanah, peningkatan entitas yang berhak atas pembebasan atau pengurangan biaya penggunaan lahan, serta diversifikasi bentuk kompensasi, dukungan, dan pemukiman kembali bagi masyarakat.
Pemerintah Vietnam menetapkan ketersediaan lahan padi sebesar 3,5 juta hektare untuk menjamin ketahanan pangan nasional. Untuk alokasi tanah bagi lahan pertanian dikoordinasikan juga oleh MARD dengan Kementerian MARD dan pemerintah daerah.
Bagi warga miskin atau di daerah terpencil/pegunungan, Pemerintah Vietnam memberikan land allocation (semacam hak pakai atas tanah negara), dengan biaya adalah gratis, baik pajak, proses perizinan, dan penerbitan sertifikat.
Praktik baik ini sebenarnya dapat dijadikan model untuk penerapan kebijakan serupa di Indonesia dengan penyesuaian tertentu.
Sementara pertemuan dengan Aliansi Koperasi Nasional Vietnam (VCA) dan Serikat Petani Vietnam (VNFU) menjadi pengalaman berharga untuk mengetahui peran penting koperasi dalam ekonomi pertanian Vietnam.
Wakil Direktorat International Cooperation dan Cooperation Policy and Development VCA menyampaikan sejumlah strategi pengembangan ekonomi koperasi di Vietnam, khususnya pengembangan business model yang dapat mendukung rantai nilai komoditas utama.
Beberapa tantangan yang dihadapi VCA dan perkoperasian Vietnam saat ini diantaranya penurunan minat petani untuk bergabung dalam koperasi, kurangnya kualitas koperasi Vietnam (termasuk kurang informasi dan akses pada value chain), hingga kurangnya kualitas anggota koperasi Vietnam (terkait manajemen koperasi).
VCA pun secara berkala memfasilitasi pelatihan dan edukasi, terutama untuk akses pasar dan pengembangan produk, serta fasilitasi pendanaan dengan lembaga keuangan (seperti Agribank).
Sedangkan Direktur Foreign Relations and Cooperation VNFU menjelaskan prioritas kerja VNFU terutama dalam lingkup pengembangan ekonomi petani yang kompetitif, fasilitasi kerja sama, serta menggalang dukungan untuk pembangunan perdesaan dan ekonomi kolektif seperti koperasi.
Dengan memperhatikan perubahan situasi pasar, VNFU melakukan beberapa transformasi, misalnya dari fokus pada kuantitas ke kualitas produk, dari manajemen tradisional ke modern (digital, teknologi/apps), dan dari pasar domestik ke internasional dengan memanfaatkan value chain.
Untuk itu, VNFU aktif mengadakan diklat dengan para petani dan anggotanya untuk peningkatan kualitas skill, misalnya market access training (untuk masuk pasar internasional), penguasaan teknologi (informasi akses, logistik, produktivitas), dan fasilitasi untuk akses pendanaan.
VNFU juga menjalin kemitraan dengan sekitar 78 organisasi/lembaga internasional, seperti FAO, IFAD, WFP, dan ASEAN Farmers Association (AFA), untuk mendukung implementasi ini.
Diskusi dengan lembaga itu memberikan wawasan berharga tentang bagaimana model koperasi dapat diadaptasi untuk meningkatkan daya saing dan keberlanjutan ekonomi petani di Indonesia.
Bahkan lebih lanjut, diskusi dengan Duta Besar Indonesia untuk Vietnam mengungkapkan potensi luar biasa dalam proyek percontohan lintas sektoral.
Temuan lapangan menunjukkan adanya peluang signifikan untuk kerja sama dalam ketahanan pangan dan produksi susu murni.
Duta Besar menggarisbawahi kebutuhan lahan di Indonesia dan potensi kerja sama dengan pengusaha Vietnam, memberikan gambaran jelas tentang bagaimana kedua negara bisa saling mendukung dalam pengembangan sektor pertanian.
Kunjungan pada praktiknya ini diharapkan tidak hanya memperkuat kerja sama bilateral antara Indonesia dan Vietnam di sektor pertanian, tetapi juga membuka peluang baru untuk inovasi dan kolaborasi.
Dengan fokus pada ketahanan pangan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan implementasi kebijakan pertanian berkelanjutan, hasil dari pertemuan ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi kerja sama jangka panjang yang saling menguntungkan.
Kunjungan ini menandai langkah strategis dalam menghadapi tantangan global dan memastikan masa depan pertanian yang lebih cerah untuk kedua negara.
*) Penulis adalah Deputi Utusan Khusus Presiden RI Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan.
Copyright © ANTARA 2024