Jakarta (ANTARA) - Dialog Nasional Keagamaan dan Kebangsaan bertajuk “Pengarusutamaan Moderasi Beragama” yang diinisiasi Kementerian Agama di Jakarta, menghasilkan 10 rekomendasi yang berfokus pada upaya pencegahan dan resolusi konflik sosial berdimensi keagamaan.

"Rekomendasi-rekomendasi ini sangat powerful dan penting untuk ditindaklanjuti, baik dalam pencegahan maupun resolusi konflik," ujar Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.

Acara yang dihadiri berbagai perwakilan instansi pemerintah, organisasi masyarakat, dan tokoh agama ini, mengedepankan pentingnya kolaborasi lintas sektoral dalam menjaga harmoni antarumat beragama di Indonesia.

Ia mengatakan salah satu rekomendasi itu, yakni kolaborasi pemerintah dan masyarakat dalam pencegahan konflik sosial berdimensi keagamaan melalui optimalisasi sistem peringatan dini.

Optimalisasi tersebut dengan pembentukan satuan tugas lintas kementerian dan lembaga untuk mengoordinasikan upaya pencegahan konflik.

"Kolaborasi dalam pencegahan konflik ini sangat penting. Kita akan merumuskan bagaimana bentuk kolaborasi tersebut agar dapat berjalan efektif," ujar dia.

Baca juga: Menag: Indonesia contoh terbaik bangun dialog antaragama dan peradaban

Kemenag juga menekankan pentingnya integrasi data dan informasi antarkementerian dan lembaga yang telah dirintis. Hal tersebut menjadi langkah tindak lanjut surat edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Agama tentang percepatan implementasi sistem peringatan dini.

"Saya kira penting sebagai sebuah update data. Jadi, nanti di pusat kerukunan umat beragama itu punya update database," kata dia.

Sebanyak 10 rekomendasi itu, pertama, membangun sistem koordinasi terpadu antarlembaga. Pembentuk satuan tugas lintas kementerian yang terdiri atas Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Badan Intelijen Negara, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) untuk memastikan adanya koordinasi yang efektif.

Kedua, integrasi data dan informasi antara kementerian/lembaga untuk deteksi dini. Implementasi sistem integrasi data yang menghubungkan informasi dari berbagai kementerian dan lembaga, termasuk data intelijen, laporan masyarakat, dan analisis sosial-politik.

Ketiga, penguatan peran FKUB dalam mediasi dan edukasi keagamaan. Keempat, pembentukan Tim Khusus Pengawasan Pelaksanaan Pilkada

Bentuk tim khusus yang terdiri atas perwakilan Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Bawaslu, dan kepolisian untuk mengawasi jalannya pilkada.

Tim ini harus fokus pada deteksi dini isu-isu yang dapat memicu konflik keagamaan, seperti kampanye hitam berbasis agama atau rasial, dan memastikan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran.

Kelima, pemberdayaan ekonomi dan peningkatan literasi untuk meredam konflik. Keenam, penguatan kapasitas SDM melalui pelatihan dan sertifikasi mediator konflik. Ketujuh, penguatan forum dialog inter dan antaragama yang berkelanjutan.

Kedelapan, penguatan kebijakan afirmatif dan inklusif dalam penanganan konflik keagamaan. Kesembilan, penggunaan media sosial untuk kampanye perdamaian dan moderasi beragama.

Terakhir, peningkatan sinergi dan koordinasi lintas lembaga. Pemerintah melalui Kantor Staf Presiden (KSP) harus memperkuat sinergi dan koordinasi lintas lembaga yang terlibat dalam penanganan konflik keagamaan.

"Ini termasuk membentuk tim gabungan yang terdiri dari perwakilan kementerian terkait, kepolisian, TNI, FKUB, dan LSM untuk memastikan tindakan yang cepat dan terkoordinasi dalam menghadapi konflik," kata Adib.

Baca juga: Rektor UGM apresiasi PBNU gagas Forum Dialog Antaragama 
Baca juga: KWI: Toleransi beragama yang baik jadi alasan Paus datang ke Indonesia
Baca juga: PBNU nilai kunjungan Paus tanda toleransi beragama Indonesia membaik

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024