Purbalingga (ANTARA News) - Kanibal asal Desa Pelumutan, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Sumanto akan ditampung di pesantren setelah bebas dari tahanan 25 Oktober 2006. Ibu kandung Sumanto, Ny Samen (54) saat ditemui ANTARA News di Pelumutan, Minggu, mengatakan, setelah anak sulungnya itu bebas dari tahanan ada seorang tabib sekaligus pengasuh pesantren di Kecamatan Bobotsari, Purbalingga, bersedia menampung Suman (panggilan akrab Sumanto). "Selain mendapat bimbingan ilmu agama, Suman juga akan menjalani pengobatan agar sarafnya tidak lagi terganggu seperti sekarang. Pengasuh pesantren itu juga memiliki lahan pertanian dan kolam ikan yang cukup luas, sehingga Suman dapat bekerja mengurus sawah dan kolam," katanya. Mulyati (31), adik kandung Suman mengatakan, beberapa hari lalu ada sebuah production house (PH) dari Jakarta yang menawarkan agar Suman ikut bergabung pada PH tersebut untuk diperkenalkan kepada masyarakat luas. "Suman akan dipertontonkan kepada masyarakat umum agar orang-orang tertarik dan menontonnya, namun kami tidak menyetujui tawaran tersebut. Sementara ini keluarga dan kerabat dekat lebih memilih Suman dibawa ke pesantren di Desa Bungkanel, Bobotsari," katanya. Pesantren tersebut, kata dia, selain mengajarkan ilmu agama, pengasuhnya Haji Supono Mustajab juga membuka pengobatan alternatif khusus kejiwaan. Setelah menjalani pengobatan di pesantren itu diharapkan kondisi kejiwaan Suman dapat kembali normal dan sikapnya tidak aneh lagi. "Yang terpenting setelah bebas nanti Suman punya kesibukan yang menghasilkan upah, sehingga tidak semakin memberatkan beban ekonomi keluarga. Sebab kini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup, apalagi jika ditambah dengan kehadiran Suman," kata Mulyati. Ia menambahkan, sebelumnya ada salah satu kerabat punya rencana akan membawa Suman ke rumah sakit jiwa (RSJ) setelah keluar dari sel. Namun karena ada orang yang bersedia menampung Suman di pesantren, keluarga dan warga menyetujui tawaran tersebut. Kedua orang tua dan keempat adik Suman, maupun warga tidak menolak kehadiran Sumanto. Keresahan mereka menjelang kebebasan pemakan mayat manusia itu bukan karena khawatir apalagi takut akan dicelakai oleh Sumanto. Namun karena kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan sehingga akan semakin memberatkan, katanya. Beberapa kerabat dekat Suman khawatir, karena kondisi yang serba kekurangan itu akan mengakibatkan pemakan daging Mbok Rinah (80) itu akan kembali melakukan hal-hal aneh. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, ibu serta adik-adik Sumanto menjadi buruh tani. Mereka menempati rumah berdinding gedek berukuran sekitar 4 x 5 meter yang terletak di tengah kebun.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006