Sektor transportasi logistik jalan raya tidak memungkinkan untuk diterapkan sertifikasi halal.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) menilai rencana penerapan sertifikasi halal untuk angkutan transportasi logistik jalan raya (truk), perlu dipertimbangkan secara matang.

"Sektor transportasi logistik jalan raya tidak memungkinkan untuk diterapkan sertifikasi halal. Karena komponennya sangat banyak yang perlu diawasi. Sehingga, akan sulit menentukan, suatu alat transportasi masih memenuhi standar kehalalan atau tidak," kata Bambang dalam keterangan, di Jakarta, Jumat.

Menurutnya, sektor transportasi logistik jalan raya memiliki banyak komponen yang sulit untuk diawasi secara menyeluruh.

Bambang menjelaskan bahwa sulit menentukan apakah sebuah alat transportasi memenuhi standar kehalalan karena banyaknya komponen yang harus dipantau. Jika truk harus disertifikasi halal, maka pengemudinya juga harus memiliki sertifikasi halal.

Dia menambahkan, penetapan standar halal untuk pengemudi juga bukan hal yang mudah. Pasalnya pengemudi bisa melakukan tindakan tidak halal selama perjalanan.

Menurutnya, jika pun hal itu terjadi, maka Badan Pengelola Jaminan Produk Halal (BPJPH) harus bisa memantau 6 juta truk di Indonesia. Bahkan, BPJPH juga harus menyiapkan 6 juta orang untuk mengawasi perjalanan logistik dan tindakan pengemudi.

Dia juga menyebutkan bahwa infrastruktur jalan raya dan kuli pengangkut juga harus disertifikasi halal, yang menurutnya sangat membebani.

"Dan bila BPJPH akan menjalankan hal tersebut, tentunya infrastruktur jalan raya yang dilewati oleh truk semuanya harus disertifikasi halal. Demikian juga kuli-kuli yang mengangkut produk halal, tentunya juga harus bersertifikasi halal," katanya pula.

Menurut Bambang, kebijakan sertifikasi halal ini tidak sesuai untuk sektor transportasi yang sangat berbeda apabila dibandingkan dengan produk makanan atau minuman yang produksinya terpusat dan dapat dipantau secara berkala.

Dia mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Transportasi tidak mencakup ketentuan sertifikasi halal, melainkan hanya standardisasi keselamatan, keamanan, dan pelayanan minimum. Sertifikasi halal, menurutnya, hanya akan menambah beban dan membuka celah untuk korupsi.

"Dan tentu ini akan membuka celah baru untuk korupsi atau gratifikasi," kata Bambang, Anggota DPR-RI terpilih 2024-2029.

Bambang juga menyoroti biaya sertifikasi yang dianggap mahal dan dapat menambah beban biaya logistik di Indonesia. Hal ini bertentangan dengan upaya pemerintah untuk menurunkan performa logistik index yang saat ini masih tinggi.

Ia juga menyebut bahwa potensi mogok nasional oleh Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) bisa berdampak buruk pada ekonomi negara, mengakibatkan kelangkaan barang, dan harga barang yang tidak bisa dikendalikan.

Bahkan sebagai Dewan Penasihat Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap), dia juga mengaku tidak setuju atas rencana kebijakan tersebut bila diterapkan pula pada angkutan laut dan penyeberangan.

Menurutnya, pengusaha transportasi sudah menghadapi banyak masalah terkait infrastruktur dan BBM subsidi yang sulit didapat, serta harga BBM yang tinggi di beberapa wilayah seperti Kalimantan, Sumatera, hingga Papua.

Bambang berharap agar kebijakan harus logis dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca juga: BPJPH: Lebih dari 50 negara berminat kerja sama JPH dengan Indonesia
Baca juga: Kemenperin akselerasi pemenuhan sertifikasi halal bagi industri kecil


Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024