Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa menyebutkan budaya siaga bencana telah ada sejak zaman nenek moyang mendiami sejumlah wilayah di Nusantara.
Melalui gelar wicara yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat, Nuraini mengungkapkan hal tersebut dibuktikan oleh adanya berbagai istilah lokal dalam menamai fenomena kebencanaan tertentu, seperti lindhu di Jawa yang berarti gempa bumi, atau oni di Mentawai, Sumatera Barat, yang berarti gelombang tsunami.
"Itu yang harus kita embrace dan jadi kultur kita, karena ini bukan hal baru sebetulnya. Nenek moyang kita sudah ada budaya hidup dalam dinamika alam, ada bahasa lokal untuk gempa dan tsunami," katanya.
Baca juga: Peneliti BRIN sebut tidak ada waktu pasti kapan Megathrust terjadi
Nuraini menilai adanya budaya siaga bencana tersebut merupakan proses adaptasi masyarakat dari bencana, karena Indonesia berada di wilayah yang dinamis, berbentuk kepulauan, dan berada di pertemuan lempeng-lempeng bumi.
Di wilayah Bayah, Banten, ungkap dia, terdapat cerita kearifan lokal yang diceritakan secara turun temurun, di mana ada kisah bahwa Bayah akan di-kumbah (dicuci) dengan gelombang, kemudian harus bergerak ke wilayah Kiarapayung.
"Ternyata, wilayah itu memang wilayah yang relatif lebih tinggi dan aman dari tsunami," ujarnya.
Baca juga: BRIN sebut pengetahuan lokal jadi kunci mitigasi bencana yang kuat
Lebih lanjut, Nuraini mengemukakan adanya kebiasaan yang diturunkan oleh para sesepuh saat menghadapi bencana alam, seperti dengan memperhatikan perilaku satwa yang menjadi aneh, menjelang terjadinya bencana alam.
Menurut dia, hal tersebut merupakan upaya yang harus dilestarikan oleh masyarakat, sebagai upaya sadar bencana, sehingga dapat meminimalisasi risiko kebencanaan dan menyelamatkan lebih banyak nyawa jika terjadi bencana alam.
Baca juga: BRIN buat satelit untuk peringatan dini bencana
"Sejak zaman nenek moyang kita ini ada kulturnya, maka jangan sampai terkikis. Kita ini tinggal di daerah yang dinamis, berada di tengah-tengah pertemuan lempeng bumi. Megathrust pasti ada, tetapi kita bisa kok beradaptasi. Jadikan itu budaya, itu yang perlu kita internalisasi," tuturnya.
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024