menjamurnya produk MBDK di Indonesia menunjukkan kurangnya pengendalian pemerintah
Jakarta (ANTARA) -
Forum Warga Kota (Fakta) Indonesia menyesalkan penundaan penerapan cukai terhadap Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada tahun 2024.
 
Ketua Fakta Indonesia, Ari Subagio dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, mengatakan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan penerapan cukai pada produk MBDK sebagai upaya untuk mendorong perilaku hidup sehat serta mengurangi kasus penyakit dan kematian akibat mengonsumsi gula berlebihan.
 
"Cukai juga merupakan pungutan negara yang dikenakan pada barang-barang tertentu yang memiliki dampak kesehatan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai," ujarnya.
 
Menurut dia, penerapan cukai terhadap MBDK merupakan langkah konkret pemerintah atau negara untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, khususnya anak-anak yang nantinya akan menjadi generasi emas Indonesia.
 
"Kami yang tergabung dalam Koalisi Pangan Sehat Indonesia (Pasti) sangat menyayangkan adanya penundaan ini. Penerapan cukai terbukti efektif dalam mencegah penyakit tidak menular (PTM)," paparnya.
 
Dia berpendapat menjamurnya produk MBDK di Indonesia menunjukkan kurangnya pengendalian pemerintah. Sehingga, produk-produk seperti kopi, teh, susu olahan, dan minuman berkarbonasi kini tersebar luas hingga lingkungan permukiman atau kampung-kampung.
 
"Minimarket, supermarket, kedai kekinian, dan kopi keliling saat ini banyak menawarkan berbagai varian rasa MBDK yang diminati, terutama oleh anak-anak. Apalagi, dijual dengan harga yang terjangkau," kata Ari.
 
Dikatakannya, berdasarkan Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi diabetes di Indonesia mencapai 10,9 persen dan di tahun 2023 meningkat menjadi 11,7 persen.
 
Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives.(CISDI) juga melaporkan bahwa dalam dua dekade terakhir, prevalensi diabetes meningkat lima belas kali lipat.
 
"Peningkatan signifikan ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan prevalensi tertinggi ketiga di Asia Tenggara pada 2020," paparnya.
 
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dari Kementerian Kesehatan, kata Ari, terdapat peningkatan prevalensi Diabetes Mellitus (DM) pada penduduk berusia di atas 15 tahun berdasarkan pengukuran gula darah.
 
Menteri Keuangan Sri Mulyani, kata dia, belum lama ini menyatakan keseriusannya mengenakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan mulai tahun depan.
 
"Cukai MBDK penting untuk juga mendorong produsen mengurangi kadar gula dalam produknya," ujar Ari.
 
Ia menambahkan, sebagai bentuk dukungan terhadap penerapan cukai pada produk MBDK, Fakta Indonesia bersinergi dengan Koalisi Pasti telah menginisiasi diskusi publik bertajuk "Terapkan Cukai MBDK Sebagai Bentuk Kehadiran Negara Untuk Generasi Emas" di Yogyakarta.
Diskusi ini juga melibatkan CISDI, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bekerjasama dengan Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan FK-KMK UGM, Health
Promoting University UGM, Yayasan KAKAK, serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
 
"Diskusi ini bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat dan mengedukasi bahwa konsumsi MBDK bukanlah bagian dari pola makan sehat dan bergizi," ucapnya.
Baca juga: YLKI: Aturan cukai MBDK jadi upaya lindungi pola konsumsi masyarakat 
Baca juga: Ahli gizi ingatkan bahaya obesitas akibat konsumsi minuman manis
Baca juga: Kemenperin: Cukai minuman berpemanis berdampak kurang baik pada IKM

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024