Panja mendorong pemerintah untuk menata pengelolaan anggaran pendidikan agar tidak terjadi ketimpangan pembiayaan pendidikan
Jakarta (ANTARA) -
Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI menilai mudahnya akses terhadap pendidikan tinggi berperan penting dalam mengoptimalkan bonus demografi untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.

 
 
"Isu-isu besar kita ini ada mandat UU mengenai pendidikan dasar, dan yang kedua mengenai challenge -tantangan- di depan, mengenai bonus demografi. Artinya, dengan bonus demografi, harus lebih banyak lagi mendapatkan pendidikan tinggi atau pendidikan vokasi dan lainnya untuk masuk ke Industri 4.0," kata Ketua Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI Dede Yusuf di Kompleks Parlemen Jakarta, Jumat.

 
 
Hal tersebut dia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Pembiayaan Pendidikan bersama dengan Mantan Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro.

 
 
Dengan demikian, kata Dede melanjutkan, Panja Pembiayaan Pendidikan dihadirkan dalam rangka memastikan anggaran pendidikan di tanah air dapat tepat sasaran, seperti memastikan masyarakat bisa mengakses pendidikan tinggi secara mudah tanpa bayang-bayang biaya pendidikan yang mahal.

 
 
Sebelumnya, Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI telah mendorong pemerintah untuk menata pengelolaan anggaran pendidikan agar tidak terjadi ketimpangan pembiayaan pendidikan di antara perguruan tinggi dan kementerian/lembaga yang menyelenggarakan pendidikan.

 
 
"Panja mendorong pemerintah untuk menata pengelolaan anggaran pendidikan agar tidak terjadi ketimpangan pembiayaan pendidikan," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR dengan sejumlah eks menteri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (2/7).

 
 
Dorongan tersebut merupakan salah satu hasil kesimpulan rapat yang didasarkan pula dari pandangan sejumlah eks menteri pendidikan, di antaranya adalah Muhadjir Effendy.

 
 
Sebelumnya, Muhadjir mengingatkan bahwa alokasi anggaran pendidikan bukan ditujukan untuk sekolah kedinasan, merujuk pada Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

 
 
"Disebutkan dalam Pasal 49 ayat (1) UU Nomor: 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas itu menyatakan dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan sekurang-kurangnya 20 persen. Jadi bahkan gaji pendidik tidak termasuk. Kedinasan tidak termasuk. Tegas loh ini,” kata Muhadjir

 
 
Di samping itu, lanjutnya, penyelenggaraan pendidikan tinggi kedinasan seharusnya dibiayai dari anggaran kementerian atau lembaga pemerintah non-kementerian yang menyelenggarakan sekolah tersebut berdasarkan Pasal 87 PP Nomor: 57 Tahun 2022.

 
 
Karena itu, Muhadjir menegaskan penyelenggaraan pendidikan kedinasan sudah seharusnya tidak mengenai anggaran pendidikan.

 
 
“Jadi sebenarnya sudah ada payung hukum, regulasi ada, tinggal bapak bisa nggak menegakkan itu. Kalau kita siap-siap saja gitu, karena kita berkepentingan betul anggaran pendidikan memang untuk betul-betul sesuai dengan aturan ini,” katanya.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024