subsidi tiket KRL juga sebaiknya tidak diberikan setiap hari, melainkan pada hari-hari kerja saja
Jakarta (ANTARA) - Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyebutkan wacana pemberian subsidi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk tiket kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Jabodetabek memiliki tujuan yang baik, namun tidak bisa diimplementasikan dalam waktu dekat.

Menurut Djoko, kondisi armada saat ini belum memungkinkan untuk diterapkan pembedaan pembayaran tiket antara pengguna yang mampu dan tidak mampu.

"Karena kondisi sekarang ini armadanya kan belum maksimal lah, makanya pesen kan. Nanti saja setelah itu maksimal, baru diterapkan dan itu saya pikir proaktif saja, mengajukan biar mereka punya tanggung jawab moral," ujar Djoko saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Djoko menyampaikan kajian mengenai subsidi KRL telah dilakukan sejak 2018. Ia mengatakan subsidi tiket KRL juga sebaiknya tidak diberikan setiap hari, melainkan pada hari-hari kerja saja, sedangkan pada hari libur seperti Sabtu dan Minggu dikenakan tarif biasa.

Lebih lanjut, nantinya dana yang tidak digunakan untuk mensubsidi tiket kereta tersebut bisa dialokasikan pada program lain yang lebih membutuhkan.

Baca juga: Kemenhub: Rencana tarif KRL berbasis NIK bergantung hasil pembahasan

Baca juga: Menhub tegaskan subsidi KRL berbasis NIK masih wacana


"Kalau (kata) saya, Sabtu-Minggu, nggak usah disubsidi juga. Kita bisa hemat sampai berapa? Akhir pekan, hari libur nggak subsidi ya, itu bisa menghemat sepertiganya, dari Rp1,6 triliun. Nah artinya uang seperti itu dilarikan ke daerah lain yang membutuhkan," kata Djoko.

Penerapan subsidi berbasis NIK, kata Djoko, merupakan sebuah upaya untuk pemerataan subsidi di wilayah lainnya. Menurut Djoko, Jabodetabek sudah banyak mendapat bantuan dibandingkan dengan daerah lain.

"Indonesia kan bukan Jabodetabek saja, banyak lho daerah lain itu enggak kebagian padahal mereka penghasil mineral kayak Morowali, Halmahera, tetap melarat masyarakatnya," ucap Djoko.

Ia menekankan wacana pemberian subsidi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk tiket kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Jabodetabek tetap akan menguntungkan masyarakat kelas bawah.

Akan tetapi, masyarakat yang mampu juga harus jujur dengan pekerjaannya. Menurut Djoko, Pemerintah juga perlu memberikan aturan atau sanksi yang tegas apabila ada oknum yang memalsukan data dirinya untuk mendapatkan keuntungan dari subsidi tiket KRL.

"NIK itu sebagai dasar orang harus jujur, dengan NIK kan bekerja di mana, profesinya apa, penghasilannya bila perlu yang nggak mampu, suruh gratis sampai dia bisa bekerja, baru dia bayar," ujar Djoko.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan pemberian subsidi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk tiket kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Jabodetabek pada 2025 masih bersifat wacana.

"Itu belum, masih wacana," kata Budi Karya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis (29/8).

Budi mengatakan, memang sedang dilakukan studi agar semua angkutan umum bersubsidi digunakan oleh orang yang memang sepantasnya mendapatkan subsidi.

Namun, kata dia, semua opsi yang ada masih bersifat wacana dan belum ada keputusan final.

"Kita lagi studi bagaimana semua angkutan umum bersubsidi itu digunakan oleh orang yang memang pantas untuk mendapatkan, bahwa nanti kalau ada (berbasiskan) NIK, ya itu masih wacana, masih studi," kata dia.

Baca juga: Kemenhub pastikan belum ada perubahan tarif KRL Jabodetabek

Baca juga: KAI minta PMN 2025 Rp1,8 triliun untuk datangkan 11 rangkaian KRL baru

Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024