Jakarta (ANTARA) - Ketidakpastian pasar keuangan global, inflasi, dan ketegangan geopolitik dunia semakin menyebabkan nilai dolar AS meningkat. Dengan fluktuasinya nilai dolar AS tersebut, stabilitas nilai tukar mata uang lokal termasuk rupiah menjadi terganggu.

Penggunaan alat pembayaran dolar AS dalam transaksi bilateral dan internasional dengan negara mitra termasuk dalam perdagangan, kegiatan ekspor dan impor, tentu akan menyebabkan bertambahnya biaya karena para pelaku pasar harus mengonversi mata uang lokal ke dolar AS.

Untuk itu, ketergantungan penggunaan dolar AS dalam transaksi bilateral dengan negara mitra perlu dikurangi. Sistem pembayaran dengan menggunakan mata uang lokal dalam transaksi lintas batas di berbagai sektor, akan dapat mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dan menghemat biaya karena tak perlu mengonversi ke dolar AS.

Stabilisasi nilai tukar rupiah yang terjaga akan memperkuat ketahanan pasar keuangan domestik sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.

Penggunaan mata uang lokal dalam transaksi Indonesia dengan negara mitra dikenal dengan nama Local Currency Transaction (LCT). Implementasi LCT diharapkan dapat berkontribusi positif pada kegiatan ekspor dan impor, investasi, transaksi pembayaran lintas batas, antara lain melalui QR cross border, termasuk ke depan dalam memfasilitasi transaksi perdagangan surat-surat berharga.

Percepatan implementasi LCT juga akan semakin meningkatkan hubungan bilateral yang erat dengan negara mitra strategis, sehingga diharapkan arus perdagangan dan investasi maupun berbagai kegiatan ekonomi antarnegara dapat semakin intensif, lancar, dan membawa manfaat yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi masing-masing negara.

Sejalan dengan hal itu, Pemerintah Indonesia terus menggencarkan pengurangan ketergantungan terhadap dolar AS dan mengedepankan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi dengan negara mitra.

Untuk memperkuat koordinasi dan sinergi kebijakan antar-kementerian/lembaga (K/L) dalam upaya meningkatkan penggunaan mata uang lokal pada transaksi bilateral Indonesia dengan negara mitra utama, dibentuklah Satuan Tugas (Satgas) Nasional LCT pada 5 September 2023.

Dalam menjalankan perannya, Satgas Nasional LCT mendorong peningkatan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi Indonesia dengan negara mitra atau LCT, yang melibatkan berbagai pihak, yakni Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.

Selanjutnya, komitmen Satgas Nasional LCT dalam meningkatkan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi ekonomi dan keuangan Indonesia dengan negara mitra, semakin diperkuat melalui penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dan Koordinasi dalam Rangka Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Satgas Nasional Transaksi Mata Uang Lokal pada 29 Agustus 2024.

Kesepakatan tersebut merupakan langkah konkrit untuk menjalankan komitmen, kerja sama, dan sinergi kebijakan dalam mengakselerasi implementasi LCT sekaligus menjadi panduan pelaksanaan kerja sama dan koordinasi Satgas Nasional LCT serta seluruh pihak dalam mendorong peningkatan realisasi LCT, dengan dukungan sinergi program kerja antar anggota satgas.

Menurut Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ferry Irawan, inisiatif implementasi LCT dalam transaksi ekonomi dan keuangan lintas negara menunjukkan hasil yang sangat positif, tercermin dari transaksi yang meningkat pesat baik dari sisi nilai transaksi maupun jumlah pengguna.

Implementasi LCT dengan mitra strategis Indonesia yang semakin berkembang akan memberikan manfaat yang nyata bagi perekonomian nasional. Dengan semangat yang sama, kementerian/lembaga lain turut mendukung akselerasi implementasi LCT melalui program strategis masing-masing.

Upaya perluasan implementasi LCT juga terus dilakukan dengan negara mitra. Saat ini implementasi kerja sama LCT antara Indonesia telah dilaksanakan dengan negara Malaysia, Thailand, Jepang, dan Tiongkok.

Sejak awal implementasi pada 2018, total transaksi LCT pada semester I-2024 mencapai 4,7 miliar dolar AS atau diprakirakan meningkat 1,5 kali lipat dari total transaksi LCT tahun 2023 sebesar 6,29 miliar dolar AS.

Ke depan capaian implementasi LCT diharapkan terus meningkat, baik dengan empat negara eksisting, maupun dengan empat negara mitra baru yaitu Singapura, Korea Selatan, India dan Uni Emirat Arab.

Kolaborasi dan sinergi kebijakan antar anggota Satgas Nasional LCT terus dilakukan untuk mendorong peningkatan realisasi LCT. Hal itu diwujudkan dengan merumuskan rekomendasi kebijakan yang diharapkan dapat mendorong pelaku usaha agar semakin meningkatkan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan dan investasi langsung.

Selain itu, koordinasi kebijakan dan penerapan ketentuan juga dilakukan pada area perbankan dan sektor keuangan, serta kebijakan yang mendukung perluasan penggunaan LCT dalam transaksi pembayaran antar negara.

Diharapkan, langkah tersebut dapat mendukung upaya diversifikasi mata uang dalam transaksi bilateral sebagai salah satu bentuk mitigasi risiko di tengah tingginya ketidakpastian global, serta upaya pendalaman pasar keuangan dan stabilisasi nilai tukar.


Interkoneksi lintas batas

Dalam menunjang interkoneksi lintas negara dan implementasi LCT, Bank Indonesia terus memperkuat pengembangan sistem pembayaran lintas batas yang ditekankan dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030.

Menurut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, inisiatif tersebut akan diwujudkan melalui dua besaran kebijakan yaitu memperluas cakupan kerja sama Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) antarnegara, dan mempersiapkan infrastruktur sistem pembayaran nasional untuk siap terkoneksi antarnegara.

Jangkauan kerja sama QRIS antarnegara yang saat ini telah mencakup Malaysia, Thailand, dan Singapura, akan diperluas ke negara-negara lain. Potensi perluasan cakupan kerjasama QRIS antarnegara terbilang besar. Sejumlah negara yang telah on the pipe line dalam konteks perluasan kerja sama QRIS antar negara adalah Jepang, Uni Arab Emirat, India, dan Korea.

Kerja sama tersebut akan semakin luas di masa depan seiring dengan upaya keras Bank Indonesia untuk memperluas kerja sama internasional. Negara lain yang berpotensi menjadi mitra adalah Laos, Vietnam, Kamboja, dan Oman.

Konektivitas pembayaran antarnegara juga akan didorong melalui jalur interkoneksi infrastruktur sistem pembayaran. Bentuk konektivitas yang ditempuh dapat berupa konektivitas bilateral maupun multilateral. Pada sisi ritel, Bank Indonesia tengah mendorong interkoneksi BI-FAST secara multilateral melalui Project Nexus bersama dengan Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, dan India di bawah koordinasi BIS Innovation Hub (BISIH).

Bank Indonesia terlibat secara aktif dalam pengembangan Project Nexus Phase III dengan menghasilkan peta jalan interkoneksi multilateral lima negara ASEAN dan India dalam use case remitansi.

Saat ini, proyek itu sedang memasuki fase pengembangannya yang keempat dengan target pembentukan Nexus Scheme Organization (NSO) sebagai lembaga penyelenggara skema Nexus. Pada fase ini, Indonesia duduk sebagai special observer.

Dalam konteks serupa, BI-RTGS juga akan mulai disiapkan sejak awal untuk dapat mengantisipasi dan memenuhi tuntutan interkoneksi di masa depan. Interkoneksi RTGS juga telah menjadi agenda G20, dengan Indonesia sebagai salah satu anggotanya, yang didorong melalui inisiatif enhancing cross-border payments.

Visi interkoneksi tentu menuntut kesiapan yang matang, yang tidak hanya sebatas pemenuhan aspek interkoneksi teknis, namun juga tata kelola (governance) dan pengawasan. Kerja sama QRIS antarnegara dibangun menggunakan model interkoneksi bilateral dalam skema LCT.

Skema ini mengarahkan pada penggunaan mata uang lokal dalam penyelesaian transaksi. Dengan strategi ini, interkoneksi lintas negara yang dibangun dapat berdampak positif, atau minimal tidak berdampak negatif bagi stabilitas eksternal.

Ke depan, semua pihak dapat segera mengintegrasikan dan mempercepat penerapan program dan kebijakan strategis lanjutan guna mendorong implementasi penggunaan mata uang lokal dalam transaksi bilateral yang menjadi salah satu program pemerintah dalam penguatan ekonomi nasional.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024